Suatu hari yang cerah, seorang pejabat perut bundar berbincang-bincang dengan Ompi dan sopirnya.
“Ompi ini kurus karena suka menghayal. Makanya kurus.” Dia tertawa dengan lahap. Diikuti dengan tawa sopir yang pura-pura ramah dan setuju.
“Kok begitu?” Ompi bertanya sembari tersenyum.
“Iyalah. Orang yang suka menulis puisi itu, kerjanya kan menghayal. Energinya habis buat menghayal. Makanya kurus,” mereka kembali tertawa dengan keras.
“Emang menulis puisi harus menghayal?”
“Puisi lahir dari khayalan!”
Ompi tertawa kecil. Jelas ia tidak setuju. Tapi ia tahu, pejabat tersebut punya pikiran di perut. Makanya suka berbicara memakai otak perut. Wajar menurut Ompi, kalau perutnya lebih besar dari kepalanya. Jika dibantah, Ompi khawatir, jangan-jangan ia bakal dimasukkan ke perutnya.
Waktu terus berlalu.
- Lima Sajak Tentang Rumah, Waktu, dan Kenangan yang Pelan-Pelan Menjauh - 9 Agustus 2025
- Tangisan Sungai, Sumpah Plastik: Membaca Safri Naldi lewat Ekokritik dan Marxisme - 20 Mei 2025
- Kesunyian Literasi - 15 Mei 2025