Sampah Kata-Kata

Sampah Kata-Kata

PUISI MENOR ATAU TUMPUKAN KATA-KATA?

Kebanyakan dari kita penyair maya, terjebak dengan diksi-diksi gemulai dalam menulis puisi. Sehingga, puisi yang dibuat seolah terdiri dari kumpulan kata-kata hiperbola, kadang melebihi apa yang seharusnya ditetapkan. Karena hal itu, banyak dari kita memulai dari berburu kata-kata asing, aneh, beda, dan unik. Kata-kata ini dikumpulkan lalu dipoles sedemikian rupa. Seperti orang yang ingin membuat kursi. Lalu ada banyak perangkat yang dipersiapkan, seperti kayu, palu, gergaji, paku, dsb. Tapi masalahnya, ada banyak alat yang tidak sesuai dari apa yang dibutuhkan.

Ketidaksesuaian alat dan perangkat ini, menyebabkan apa yang ingin kita buat tidak tercapai. Yang ada hanyalah tumpukan benda dan alat. Kalau dalam puisi, dinamakan sampah kata-kata. Kata-kata yang dipilih ini, yang kita sebut diksi, justru tidak sesuai dari apa yang seharusnya dibutuhkan. Ditambah dengan polesan aneh bin norak. Itu sama dengan orang pergi ke salon untuk mempercantik diri. Ketika selesai disalon, wajah justru terlihat menor dan menebal. Ingin cantik malah aneh. Kadarnya ga tepat.

Sampah kata-kata ini menyebabkan puisi yang dibuat menjadi bau. Kalau pun didaur ulang, akan banyak diksi yang harus dibuang. Bisa juga dengan mengambil banyak diksi baru.

Kalau disimak secara sekilas, pembaca awam bisa saja terpesona. Ia seakan melihat tumpukan kata-kata yang indah. Tetapi sebenarnya, tanpa sadar mereka juga bingung, tumpukan itu menjadi apa? Untuk apa? Seperti apa? Dsb.

2020

Indra Intisa
Ikuti saya
0Shares

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *