Langit Phnom Penh malam itu berwarna arang tak berbintang. Kelabunya seolah tahu ada jiwa yang akan menghilang tanpa tanda. Lumina turun dari mobil hitam berpelat ganda. Matanya menyapu jalanan sempit yang lengket dan panas bahkan setelah matahari tenggelam. Di kejauhan, dentuman musik dari kasino Golden Leaf Palace menyambutnya. Bangunannya berlantai tiga dengan lampu keemasan yang mencolok di antara barisan rumah tua berbendera Kamboja.
Di dada Lumina ada degup yang sulit dijelaskan. Bukan rasa takut, melainkan lebih seperti rasa asing yang membungkam logika. Ia ingat bagaimana semua ini bermula. Sebuah iklan kerja dari situs bernama Kerjaasik.co menjanjikan gaji 15 juta per bulan sebagai dealer (pembagi kartu) kasino di luar negeri. Tiket, paspor, bahkan koper semua diurus oleh mereka. Lumina tak bertanya banyak. Ibunya sedang sakit dan ini terdengar seperti jawaban dari langit.
Di dalam kasino, bau parfum murah menguar bercampur asap rokok dan dupa. Para perempuan muda berdandan menjadi boneka panggung. Rambut mereka disasak tinggi dengan bibir merah menyala. Lumina lantas diberi seragam gaun merah ketat, sepatu hak tinggi, dan name tag bertuliskan “LILA” (bukan namanya).
“Mulai malam ini kau bukan Lumina. Kau milik Golden Leaf,” kata seorang pria berjas putih. Namanya Chhan Dara. Senyumnya ramah, tapi matanya adalah pisau dingin.
Dan di sanalah Skar muncul. Perempuan senegara Lumina. Tubuhnya tinggi memikat khas asia dengan rambut hitam selembut sutra dan senyum lebar. Sorot matanya sulit ditebak. Ia dengan akrab menggandeng tangan Lumina. Namun genggamannya terlalu erat seolah tersimpan rahasia.
Setiap malam Lumina merasakan betapa tubuhnya semakin lelah. Hari pertama di kasino, ia bisa sedikit tersenyum saat menerima gaji pertama dengan jumlah beberapa ratus ribu Riel. Uang yang tidak ada artinya dibandingkan janji manis sebelumnya. Sungguh, ia berharap akan ada lebih banyak. Paling tidak cukup untuk mengirimkan sedikit ke ibunya yang sakit. Namun, kenyataannya nominal itu tidak cukup bahkan makan sehari penuh di sini.
Pekerjaan Lumina di meja kasino nyatanya tak memberi kesempatan untuk beristirahat. Siang malam chip berderet di tangan dan kartu-kartu dibagikan tanpa henti. Yang lebih mengerikan adalah kenyataan bahwa setiap tindakan kecil yang salah seperti membagikan kartu atau tidak menarik perhatian pelanggan akan berujung hukuman. Skar selalu memberi peringatan “Jika kamu gagal, kita semua akan mendapat masalah.”
*
Satu waktu ketika makan malam tiba, Lumina merasa perutnya terbalik. Makanan yang disajikan terasa seperti sampah. Bayangkan saja nasi basi, daging keras yang sudah lama tak segar, dan sayuran yang layu. Tuhan, rasa asin dari sup menempel di lidah membuatnya mual. Lumina menolaknya dan ingin memuntahkan segala yang ada dalam perut.
Namun segera salah seorang pria bertubuh besar yang bertugas sebagai pengawas langsung menariknya dengan kasar. “Kau tak ada pilihan,” katanya dengan suara rendah dan mengancam. “Makan atau kau tahu akibatnya.”
Benar saja. Akibat pembangkangan itu di ruang penyiksaan yang terletak di lorong belakang kasino, Lumina merasakan penderitaan yang tak terbayangkan. Tangan dan kakinya diborgol, tubuhnya dipaksa untuk berdiri tegak dalam posisi yang menyakitkan. Setiap detik terasa seperti selamanya. Sementara di luar sana suara ketawa dari meja judi terus bergema dan tak ada yang peduli pada deritanya.
Lumina berteriak.
“Tolong! Aku ingin pulang! Kembalikan aku ke kampung halaman!”
Senyap! Nyatanya suara itu hanya membentur dinding tebal kasino lalu hilang begitu saja. Tidak ada yang datang, tak ada yang mendengar. Semua orang di sini bergerak hanya untuk uang. Sedangkan Lumina hanyalah bagian dari mesin besar itu.
Keesokan hari Lumina dibawa kembali ke meja. Dada terasa sesak dengan tubuh lemah tapi ia dipaksa untuk melayani pelanggan. Mata Lumina sudah mulai berkunang-kunang tapi tetap menatap tajam. Senyumnya harus dipaksakan meski hatinya hanya ingin menangis. Setiap kesalahan kecil dihukum dengan siksaan yang lebih berat. Dengan eksploitasi itu tubuh Lumina semakin lemah sementara rasa takutnya jauh lebih kuat.
Begitulah hidupnya di Golden Leaf. Lumina mulai merasa seperti bagian dari mesin judi yang tak pernah berhenti berputar. Di balik senyum-senyum palsu para gadis yang disiapkan untuk melayani meja-meja, ada luka yang lebih dalam. Luka batin yang tak bisa sembuh dengan uang. Lumina tahu, ia harus mencari jalan keluar.
Lumina yang kian terjebak dalam rutinitas menyesakkan mulai mencoba sesuatu yang nekat. Lumina memberikan kode untuk meminta bantuan. Ia menulis dengan hati-hati pada beberapa chip yang digunakan dalam permainan, ‘HELP INA’. Chip itu setelah dipakai pelanggan akan beredar di meja. Itu adalah satu-satunya cara yang bisa ia pikirkan. Sayangnya Skar yang ada di dekatnya melihat Lumina menulis kode itu.
Kepanikan mulai merayap. Skar tahu. Dan Lumina paham jika Skar tahu, maka segalanya akan hancur. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Hanya ada satu orang yang bisa dipercayai dan itu adalah Skar. Atau setidaknya ia berpikir begitu.
Saat kasino mulai sepi, Lumina merasa punggungnya berat oleh rasa ketakutan yang baru. Skar mendekatinya, melangkah pelan di lorong sepi dengan senyum yang sama sekali berbeda. Senyum itu mengerikan.
“Kau pikir aku bodoh?” suara Skar menggetarkan.
“Maksudmu?”
“Ini semua permainan, Lumina. Kau pikir kita bisa lolos begitu saja?”
Skar memegang chip itu di tangan, memutarnya perlahan.
“Chhan Dara tahu tentang ini. Kamu pikir KBRI akan datang menolongmu? Mereka tak akan pernah tau.”
Senyum itu semakin lebar dan kian menakutkan.
Lumina merasakan tubuhnya meremang. Ia tahu sekarang semuanya adalah jebakan. Skar bukan teman. Dia mata-mata! Perempuan negeri yang sama tapi bagian dari permainan yang lebih besar. Pahamlah Lumina sekarang. Dirinya hanyalah pion.
Namun itu tak mengubah kenyataan. Lumina tidak punya pilihan. Ia harus bertahan. Satu ketika, di bawah sorotan lampu kasino yang tidak pernah padam, Lumina merancang rencana baru. Lebih cerdik, lebih hati-hati. Kali ini, ia akan mengirimkan pesan yang tidak bisa dibaca oleh siapapun melalui ponsel yang tersembunyi.
Namun manakala tangannya menekan layar ponsel tua yang disembunyikan, suara langkah kaki terdengar mendekat. Lumina merasa napasnya semakin sesak. Ponsel yang tergeletak di atas meja bergetar pelan, seolah menantikan pesan terakhirnya. Lumina tahu jika ia tertangkap kali ini, semuanya berakhir. Tidak ada lagi harapan, tidak ada lagi kesempatan untuk kabur. Semuanya akan dihentikan.
Dengan kecamuk pikiran hebat, Lumina menekan tombol pengirim.
“Bantuan. Lokasi saya di Golden Leaf Palace,” tulisnya singkat. Setiap kata di sana seperti jeritan terakhir. Bahkan ponsel itu hampir terjatuh dari meja. Syukurnya Lumina berhasil menekannya kembali dan menghapus riwayatnya.
Skar muncul. Pasti CCTV biang keladi dari ini semua.
“Kau naif,” kata Skar pelan. Lumina membeku.
“Tak ada yang akan datang menolongmu,” lanjut Skar menjambak. “Chhan Dara sudah memastikan itu. Kau bukan siapa-siapa di sini.”
Lumina tak tahan. Hatinya hancur sambil meringis menahan sakit.
“Kenapa? Kenapa kau lakukan ini?” suara Lumina serak, hampir tidak terdengar.
Skar tersenyum, tetapi bukan senyum yang menenangkan. “Karena kita semua punya harga, Lumina. Dan kau adalah bagian dari transaksi besar ini. Aku hanya bekerja untuk Chhan Dara. Sama seperti yang lainnya” aku Skar mendorong Lumina.
Lumina ambruk. Semua bergumul pada satu tempat. Frustasi menekan. Wajah Lumina beranjak pudar dengan senyum menakutkan.
” Aku tidak bisa menyerah. Tidak sekarang” desisnya aneh. Skar yang mengetahui perubahan itu mulai mundur. Namun belum sempat Skar pergi, Lumina seolah terbang menuju meja dan dengan gesit mengambil salah satu chip besar yang tergeletak di sana. Dengan gerakan cepat, ia hantamkan chip itu ke wajah Skar.
Brak!!!!
Skar terkejut terdorong beberapa langkah. Jatuh dan memegang kepalanya yang bocor, Skar berteriak.
“Tangkap sundal itu!” perintah Skar menggunakan bahasa Inggris.
Lumina sadar ini sudah sampai titik puncak. Tanpa berpikir panjang, ia melompat menuju ponsel di meja meskipun tubuhnya tak sekuat awal ke sini. Derap kaki pria besar mendobrak pintu kasino yang lengang. Tiga orang berseragam hitam merangsek memburu dengan wajah keras
“Dia mencoba melarikan diri!” pekik Skar.
Kejar-kejaran berlangsung selama beberapa saat. Tubuh perempuan lemah itu tentu bukan bandingan gerak cepat kaki anak buah Chann Dara. Tangan-tangan kasar mereka dengan mudah menangkap Lumina. Mereka lalu menyeretnya keluar dari ruangan. Tubuh Lumina dipaksa masuk ke dalam lorong gelap yang dipenuhi bau amis dan kelembapan. Setiap teriakan yang keluar dari mulut Lumina dipenuhi dengan keputusasaan.
“Bawa dia ke mobil. Ambil organnya sebagai jaminan utangnya di sini!,” teriak Skar yang berdiri di ambang pintu. Matanya nyalang penuh angkara.
“Lepaskan! Lepaskan aku! Bedabah!” berontak Lumina.
Semuanya berjalan dengan cepat. Dalam hitungan detik, Lumina sudah berada di luar kasino. Melalui cahaya redup dari lampu jalan, sebuah mobil hitam tiba. Mereka mendorongnya ke dalam lalu menutup pintu dengan keras. Skar dengan murka memuncak ikut masuk lalu menghantami wajah Lumina. Cipratan darah memercik di dalam kursi tengah mobil itu. Lumina terkulai menabrak lututnya.
Mobil melaju dengan sumpah serapah membuncah dari mulut Skar. Dalam diam lemahnya, tanpa diduga tangan Lumina yang terkulai kebawah merasakan sesuatu yang dingin. Sebuah besi. Obeng tepatnya. Lumina mampu merasakannya. Tubuhnya sekejab memuai. Ada api yang mengaliri semua urat syarafnya.
Dalam detik-detik itu Skar kembali menjambak Lumina. Menariknya ke belakang dan mampu ia saksikan wajah babak belur Lumina. Jakun muda Lumina naik turun menelan ludah. Pandangannya kuyu berpadu dengan rambut depannya yang basah oleh darah.
“Kau selesai di sini jalang?” kata Skar manggut-manggut dengan mata melotot. “Sebentar lagi kau mati dengan organ hilang. Kau akan jadi cerita mengenai kebodohan seorang yang anggap tempat ini surga. Kau dan orang yang merestuimu untuk kemari itu sama-sama bodoh!”
Mendengar ejekan mengenai ibunya, Lumina langsung meledak. Tanpa satu keraguan dia memutar tubuhnya dan memiting Skar. Sekarang perempuan penghianat itu gantian tertekuk menampilkan lehernya yang berhias permata. Meledak bagai guruh! Tanpa ampun obeng yang Lumina dapatkan segera ia hujamkan berulang kali secara gila!
“Akhhhh!! Ampun!! Ampun!!”
Suasana dalam mobil caos hebat. Pengemudi segera berhenti. Dua pengawal di kursi belakang langsung maju merebut obeng. Lumina terus menjadi dan menusuk siapapun. Satu pengawal memekik manakala sebuah tikaman mencoblos mata kirinya!
Merasa di luar kendali, pengawal lain langsung meletuskan tembakan ke arah Lumina berulang kali. Kota Kamboja yang berisik saat malam tampak tak peduli dengan dentuman senjata yang tersamar deru kendaraan.
Di kursi yang Lumina duduki darah membuncah membanjiri semua tempat. Mobil terus melaju dan mencoba menuju kesunyian jalan. Napas Lumina kembang kempis. Ia tatap dingin Skar yang mendelik saat roh meninggalkan tubuhnya. Kemudian lamat-lamat pandangan Lumina semakin kabur. Tak sampai 5 menit warna dunia itu menghilang beriring dengus lemah napas Lumina.
*
Kasino itu kedatangan tamu istimewa. Chann Dara dikunjungi beberapa orang yang mengaku dari KBRI beserta tiga orang polisi.
Dialog rendah terjadi di sana. Chann Dara menghembuskan cerutu yang kesekian kali ia hisap. Tertawa menguar di udara.
“Tak ada nama itu di sini Tuan. Silakan dicek dengan semua perlengkapan yang Tuan punya. Kami tak melanggar apapun” jawab Chann Dara santai.
Penggeledahan dimulai. Dan gilanya! Semua yang disekap dalam mes sekitaran gedung Kasino itu bersih tanpa meninggalkan jejak apapun!
Databese juga tiba-tiba mengalami masalah. Para petugas KBRI pada akhirnya tak mendapat apapun. Chann Dara dengan mimik seolah merasa kecewa karena tuduhan itu akhirnya mengancam dengan akan lakukan tuntutan balik. Itu berhasil, dengan ekspresi kesal dan tak puas semua petugas KBRI meninggalkan lokasi penggeledahan.
Di luar, jalanan Kamboja tetap ramai meski sampai pada dini hari. Kerlap-kerlip lampunya selalu menyapa tamu baru yang datang berkunjung. Sementara itu bujukan kasino tetap terbungkus dengan jaminan nilai dan harga. Umpan inilah yang terus menggait semuanya hingga terasa sebagai madu di tanah Kamboja.
- Penambang Bermahkota Sorban - 21 September 2025
- Jawaban Batu Gunung kepada Bintang Jatuh - 27 Juli 2025
- Madu di Tanah Kamboja - 1 Juni 2025