TRAGEDI TANAH TEKONGAN

TRAGEDI TANAH TEKONGAN
tubuh jalan raya mirip belut, meliut di antara elok kening lembah
dan barisan hijau pohon-pohon jati—paras sekar mekar di sini
bertunas puji di dinding hati, di sepi angin yang bercermin daun kesambi
“duhai indahnya tanah ini”
      tanah ini lalu digarap pemodal
dibangunlah gazebo dengan cagak pohon pinang 
dan atap anyaman daun siwalan, area lain tengah
dipersiapkan untuk taman, tempat dugem dan karaoke
semua boleh berbahagia—mengisap puting susu dunia
terbuka bagi semua warga;
      semua warga yang hatinya masih pualam
datang menentang dengan cara yang damai
; ribuan sajadah dibentang di sisi taman, istighatsah dibaca
langkah angin kemarau dari selatan mengirim lenting wirid kayu secang
doa-doa membubung ke langit, ke urat kapas awan
yang menimpakan warna cerlang ke cadar lazuardi
warga khusyuk menunduk, menengok dirinya yang asli
di belahan belacu putih dalam diri yang rintih dan ringkih
—semua demi mempertahankan
tanah ini;
      tanah ini kemudian dilepas kembali; 
segala peralatan dilucuti—seiring rencana dipendam mati
semua kembali ke wajah asli; angin tekongan menandu harum buah kesambi
baji hidup hakiki dipatuk lebih dalam ke ladang hati, burung-burung putih
kembali bernyanyi menegaskan nubuat panjang daun jati—lalu hidup
dilanjutkan lagi; berjalan mendekati matahari putih.

Gapura, 2023
Catatan:
  • Tanah Tekongan, area tanah di sisi jalan raya yang membentuk tikungan di Desa Batang-Batang Laok Sumenep, sehingga area itu tampak indah dan menawan. Sempat dikelola pemodal untuk dijadikan taman wisata, tapi warga sekitar menolaknya dengan cara beristighatsah di area tanah itu hingga akhirnya proyek taman wisata dihentikan.
  • Ilustrasi oleh A. Warits Rovi
A. Warits Rovi
Latest posts by A. Warits Rovi (see all)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *