tubuh jalan raya mirip belut, meliut di antara elok kening lembah dan barisan hijau pohon-pohon jati—paras sekar mekar di sini bertunas puji di dinding hati, di sepi angin yang bercermin daun kesambi “duhai indahnya tanah ini” tanah ini lalu digarap pemodal dibangunlah gazebo dengan cagak pohon pinang dan atap anyaman daun siwalan, area lain tengah dipersiapkan untuk taman, tempat dugem dan karaoke semua boleh berbahagia—mengisap puting susu dunia terbuka bagi semua warga; semua warga yang hatinya masih pualam datang menentang dengan cara yang damai ; ribuan sajadah dibentang di sisi taman, istighatsah dibaca langkah angin kemarau dari selatan mengirim lenting wirid kayu secang doa-doa membubung ke langit, ke urat kapas awan yang menimpakan warna cerlang ke cadar lazuardi warga khusyuk menunduk, menengok dirinya yang asli di belahan belacu putih dalam diri yang rintih dan ringkih —semua demi mempertahankan tanah ini; tanah ini kemudian dilepas kembali; segala peralatan dilucuti—seiring rencana dipendam mati semua kembali ke wajah asli; angin tekongan menandu harum buah kesambi baji hidup hakiki dipatuk lebih dalam ke ladang hati, burung-burung putih kembali bernyanyi menegaskan nubuat panjang daun jati—lalu hidup dilanjutkan lagi; berjalan mendekati matahari putih. Gapura, 2023
Catatan:
- Tanah Tekongan, area tanah di sisi jalan raya yang membentuk tikungan di Desa Batang-Batang Laok Sumenep, sehingga area itu tampak indah dan menawan. Sempat dikelola pemodal untuk dijadikan taman wisata, tapi warga sekitar menolaknya dengan cara beristighatsah di area tanah itu hingga akhirnya proyek taman wisata dihentikan.
- Ilustrasi oleh A. Warits Rovi
Latest posts by A. Warits Rovi (see all)
- TRAGEDI TANAH TEKONGAN - 25 November 2023