denting merobek kelam angkasa syahdu mewangi gairah memancar tari air mengalir nada berjingkrakan malam hijau bumi laguna lenyap ke dalam kubah hijau gempal asmara akar kukuh di dalam genangan dibajak benih bintang gemintang merunduk tersipu malu bergema gending tersipu malu mentari bersinar dalam warna dalam gemulai tetumbuhan sungai mengalir langit biru memusar melodi harum terhirup dada waktu bersemi gending tarian berbuah indah menyerap buah pandangan renyah gending tarian berbuah indah harum terhirup harum hijau bumi laguna akar kukuh di dalam genangan memancar tari air mengalir akar kukuh di dalam genangan terhirup citra sajian melodi api bulan mentari bersinar dalam warna sungai mengalir tarian indah berlimpah-ruah pola tuang rob banjir pelosok pantura kuda kecil berlari kencang tanpa cula runcing kau jalan kanan hilang ketemu diaduk kopi rembulan remuk diri laut keruh padang bibir pantai bayang retak dinding pantulan dua mata perih ibu nyanyian pahit getir penantian padam bibir pantai berebut cahaya matahari hitam gelombang bersahutan sampan-sampan menangkap riak jatuh diam waktu subuh rembulan mengejar ombak sajian melodi api bulan tersipu tenggelam merekah waktu tari bumi bangkit hijau angkut merdu bela balur cinta malu syahdu merah wangi gaharu nyala api irama nada meleleh mentari mendekap liar langit menggarap ladang waktu makmur mengitari gunung gemunung berkobar kampung api menari tembang tersangkut kristal awan meleleh pecah desah melodi mengalun hangat nada sungai seputih salju menghela butir-butir air orkestra hujan gebyar gelitik pusaran mencuci sepi angka satu dada sangka jasa waktu tari lembah-lembah menggelinyang gairah berputar bumi syahdu kelam malam tenggelam merekah bangkit hijau terangkut tembang merdu langit bumi ladang waktu makmur agung sungai mengitari cinta nyala kobar arus jin cinta angkasa sungai nyala irama nada liar meleleh mentari mendekap langit liuk tari menggarap ladang waktu makmur waktu api gaharu bumi tembang cinta angkasa sungai nyala waktu tari malu angkasa syahdu terpancar pendar cahaya mata kekasih mewangi tembang api hangat pori-pori darah mengalir otak terang debur satu cinta menari terangkut irama nada meleleh gaharu sajian melodi api bulan tersipu pikiran mata api tiada duri runcing riak menari tersangkut irama nada meleleh api tembang hangat pori-pori mata api tiada duri runcing riak debur satu cinta tembang api hangat pori-pori terpancar pendar cahaya mata kekasih riuh api runcing tiada duri bunga satu cinta dua mawar kekasih berkilauan terbuka segar benih-benih satu cinta tiga rumah keong bergerak pendar cahaya mata kekasih riuh bangkit memancur air mengalir satu cinta empat belah ketupat mentari bersinar dalam warna mata riak kekasih pendar berkilauan cahayanya satu cinta lima sehat sempurna sejoli merapat kata kota kakak katak kotak kelak kelola kolam irama puisi mendayu satu kata mentari bersinar dalam warna mata kekasih berkilauan malu angkasa syahdu mewangi gaharu riak tiada duri riuh sajian melodi api bulan tersipu api tiada duri runcing mentari bersinar bintang dada lapang menyerap citra dalam warna mata kekasih berkilauan pikiran menari tersangkut irama nada riak meleleh darah mengalir otak terang berjingkrak menggigit tengkuk lahar hasrat riak gelombang belum pecah teka teki puisi sepuluh silam datang lagi syair mengguncang serambi puisi itu mengumpulkan kenangan cerita panggung tertutup layar duka gemeretak bumi memuisikan duka sayup kecut melecut memori puisi itu melukaiku pada derik menuju jam merebus umbi mengangkat budayanya melindas era hilang tradisi jajanan pasar desa hilang gaungnya melahap pagi sepiring nasi putih berbagai lauk matamu musim jatuh menggerimisi sejarah purba irama puisi mendayu satu kata mentari bersinar dalam warna mata kekasih berkilauan malu angkasa syahdu mewangi gaharu riak tiada duri riuh sajian melodi api bulan tersipu api tiada duri runcing mentari bersinar bintang dada lapang menyerap citra dalam warna mata kekasih berkilauan pikiran menari tersangkut irama nada riak meleleh darah mengalir otak terang berjingkrak menggigit tengkuk lahar hasrat riak gelombang malu angkasa syahdu terpancar pendar cahaya mata kekasih mewangi tembang api hangat pori-pori darah mengalir otak terang debur satu cinta menari terangkut irama nada meleleh gaharu sajian melodi api bulan tersipu pikiran mata api tiada duri runcing riak menari tersangkut irama nada meleleh api tembang hangat pori-pori rembulan remuk diri laut keruh padang bibir pantai bayang retak dinding pantulan dua mata perih ibu nyanyian pahit getir penantian padam bibir pantai berebut cahaya matahari hitam gelombang bersahutan sampan-sampan menangkap riak jatuh diam waktu subuh rembulan mengejar ombak sajian melodi api bulan tersipu tenggelam merekah waktu tari bumi bangkit hijau angkut merdu bela balur cinta malu syahdu merah wangi gaharu nyala api irama nada meleleh mentari mendekap liar langit menggarap ladang waktu makmur mengitari gunung gemunung berkobar kampung api menari tembang tersangkut kristal awan meleleh pecah desah melodi mengalun hangat nada sungai seputih salju menghela butir-butir air orkestra hujan gebyar gelitik pusaran mencuci sepi angka satu dada sangka jasa waktu tari lembah-lembah menggelinyang gairah berputar bumi syahdu kelam malam tenggelam merekah bangkit hijau terangkut tembang merdu langit bumi ladang waktu makmur agung sungai mengitari cinta nyala kobar arus jin cinta angkasa sungai nyala irama nada liar meleleh mentari mendekap langit liuk tari menggarap ladang waktu makmur waktu api gaharu bumi tembang cinta angkasa sungai nyala waktu tari berlimpah-ruah pola tuang rob banjir pelosok pantura kuda kecil berlari kencang tanpa cula runcing kau jalan kanan hilang ketemu diaduk kopi denting merobek kelam angkasa syahdu mewangi gairah memancar tari air mengalir nada berjingkrakan malam hijau bumi laguna lenyap ke dalam kubah hijau gempal asmara akar kukuh di dalam genangan dibajak benih bintang gemintang merunduk tersipu malu bergema gending tersipu malu mentari bersinar dalam warna dalam gemulai tetumbuhan sungai mengalir langit biru memusar melodi harum terhirup dada waktu bersemi gending tarian berbuah indah menyerap buah pandangan renyah gending tarian berbuah indah harum terhirup harum hijau bumi laguna akar kukuh di dalam genangan memancar tari air mengalir akar kukuh di dalam genangan terhirup citra sajian melodi api bulan mentari bersinar dalam warna sungai mengalir tarian indah mata api tiada duri runcing riak debur satu cinta tembang api hangat pori-pori terpancar pendar cahaya mata kekasih riuh api runcing tiada duri bunga satu cinta dua mawar kekasih berkilauan terbuka segar benih-benih satu cinta tiga rumah keong bergerak pendar cahaya mata kekasih riuh bangkit memancur air mengalir satu cinta empat belah ketupat mentari bersinar dalam warna mata riak kekasih pendar berkilauan cahayanya satu cinta lima sehat sempurna sejoli merapat kata kota kakak katak kotak kelak kelola kolam kembang kenanga mekar di ruang meluruhkan kenangan jejak kabut rumah singgah bernomor genap selepas pasar mengubur puisi-puisi pubertas nan ranum jalan lurus membelah dadamu memupus cerita lama kibaran misteri perempuan berambut panjang berdada rembulan melambaikan selendang warna-warni di balik hutan camar pantai Tanjung Emas bertengger di palka menunggu senja terikat musim salju di pondok kopi tersapu ombak purbani rembulan mengintip di ufuk juringnya gerimis beku meringkuk di saku ingat tanganmu meremas puisi itu melukaiku pada detik menuju jam matamu musim jatuh menggerimisi sejarah purba merasa kebenaran miliknya ia halangi setiap laku berbeda seember alasan ia siramkan kemilau di permukaan kebenarannya juga permukaan berisi pemahaman dangkal bahkan serupa sulapan jauh dari pemahaman akal ini yang kini laris manis melanda jiwa-jiwa nyaris buta tak pelak kita pun hendak menangis namun kedewasaan tetap utama puisi itu melukaiku pada derik menuju jam melahap pagi sepiring nasi putih berbagai lauk hilang tradisi jajanan pasar desa hilang gaungnya merebus umbi mengangkat budayanya melindas era merasa kebenaran miliknya ia halangi setiap laku berbeda seember alasan ia siramkan kemilau di permukaan kebenarannya juga permukaan berisi pemahaman dangkal bahkan serupa sulapan jauh dari pemahaman akal ini yang kini laris manis melanda jiwa-jiwa nyaris buta tak pelak kita pun hendak menangis namun kedewasaan tetap utama belum pecah teka teki puisi sepuluh silam datang lagi syair mengguncang serambi puisi itu mengumpulkan kenangan cerita panggung tertutup layar duka gemeretak bumi memuisikan duka sayup kecut melecut memori merasa kebenaran miliknya ia halangi setiap laku berbeda seember alasan ia siramkan kemilau di permukaan kebenarannya juga permukaan berisi pemahaman dangkal bahkan serupa sulapan jauh dari pemahaman akal ini yang kini laris manis melanda jiwa-jiwa nyaris buta tak pelak kita pun hendak menangis namun kedewasaan tetap utama pukul dinihari masih di bumi perang usai kendaraan baju zirah berdarah kering tak ada jejak kata di gawai korban sudah terkubur mengurus luka mengumpul senjata kembang kenanga mekar di ruang di luar ramai sekali sisa laskar lawan atau putik embun di atas daun menjauh sepanjang malam terdengar derum kawan bertahan mengelompok meluruhkan kenangan jejak kabut rumah singgah angin menembus kaca jendela segala sarana perang dicacah bernomor genap membawa kabar duka beriring pasukan tertata masuk istana selepas pasar puting beliung menerjang kota ibu-ibu para sesepuh dan kanak mengubur puisi-puisi ini tanda apa gumammu memandang ngungun di pendapa pubertas nan ranum jalan lurus membelah dadamu memupus cerita lama kibaran misteri sebelum kau bernujum dan terlalu jauh membayangkan upacara bersih raga di pancaka perempuan berambut panjang berdada rembulan melambaikan selendang warna-warni di balik hutan kubilang ini perkara biasa gejala alam setanggi wangi menguar camar pantai Tanjung Emas bertengger di palka di pondok kopi tersapu ombak purbani rembulan mengintip di ufuk juringnya sosok puisi memesan menu dua kata jangan pakai udang teriaknya kecap dan merica di kurangkan kalau boleh tambahkan kata korupsi sama seperti kabut titik hujan di atas genting kain putih tak berjahit digelar ak perlu segala sesuatu kaubawa ke jagat lain ditanggalkan teronggok di pojok mengakhiri samadi kenakan ikhram menuju batu hitam menunggu senja terikat musim salju pukul dinihari masih di bumi perang usai tak ada jejak kata di gawai korban sudah terkubur di luar ramai sekali sisa laskar lawan menjauh sepanjang malam terdengar derum kawan bertahan mengelompok kendaraan mengurus luka mengumpul senjata angin menembus kaca jendela segala sarana perang dicacah membawa kabar duka: beriring pasukan tertata masuk istana puting beliung menerjang kota ibu-ibu, para sesepuh dan kanak ini tanda apa gumammu memandang ngungun di pendapa sebelum kau bernujum dan terlalu jauh membayangkan upacara bersih raga di pancaka kubilang ini perkara biasa gejala alam setanggi wangi menguar sama seperti kabut titik hujan di atas genting kain putih tak berjahit digelar atau putik embun di atas daun baju zirah berdarah kering tak perlu segala sesuatu kaubawa ke jagat lain ditanggal teronggok di pojok mengakhiri samadi kenakan ikhram menuju batu hitam Tiba-tiba pendar cahaya membuncah langit Berubah jadi kelam kelabu lumpur Debu panas menyapu garang jalanan membakar bersama jeritan makhluk berlari luka dari puncak Semeru pecah pendar cahaya kemilau puncak Semeru tersapu kepulan awan membara berita mengejar kaki bayang coba berlari menjilat kulit tubuh melayang menyerah saat tersungkur sebadan berseru bencana menyapu pendar cahaya kemilau bersama gemuruh debu vulkanik Semeru tempias pada rambut perempuan guyuh lalu terkapar di alur bencana semesta pulang kepada Sang Pemilik kehidupan pendar cahaya memendari mata lelaki menyatu dengan butir air mata kering menyiram jasad kaku para kerabat saat Semeru meradang menerjang penghalang meratapi perpisahan di ujung kisah tahun kami tahu alam murka masih padat pendar cahaya cinta membasuh jiwa loyang perih pedih di kaki bencana Semeru berita tersaji kami berserah pada seluruh kehendak Columbus Thu Dec 7 20 23 05:28 am
Latest posts by Cunong Nunuk Suraja (see all)
- TEMBANG SONET BLUES - 30 Desember 2023
- Mazmur Mereka Merdeka - 15 Oktober 2022