PENGHARAPAN YANG AGUNG
Karya: Imron Tohari
1
Pagi ini sisa semalam
masih kuhikmati bayanganmu
yang menolak pergi di tengah badai
dalam kisah yang kita tulis
di alir air mata
yang menjadi sungai
yang menghubungkan rindu
yang menyelimuti jejak angin
2
Kau serupa nyanyian pohon mahoni
mengajarkan ketangguhan
dan konsistensi di titik kesabaran
di tengah tantangan dan keterbatasan
dirimu adalah hikmat
menunduk di tepi sungai sepi
menggenggam bulan dengan lembut
memberi arti di setiap hela napas
ah! hidup ini penuh lingkaran—
dan tetap kembali
3
Di antara relung waktu yang tak tampak
di mana senja bertanya pada bayang-bayang
aku pastikan tak pernah usai menemanimu
layaknya hujan yang menyentuh daun-daun kecil
dan embun yang menjadi bahasa
menyentuh keheningan
yang tak terucap
4
Di balik setiap perasaan
ada doa yang pecah—
doa tanpa suara
tanpa akhir
mengalir bersama darah
meresap dalam kesunyian
berdamai dengan rasa sakit
dalam pemahaman yang lebih dalam
yang hanya bisa dipahami
jiwa-jiwa yang tak terperangkap
5
Bukan untuk kesedihan belaka
jikaTuhan sengaja menciptakan air mata
itu semata untuk menumbuhkan harapan
seperti langit yang menangis
untuk benih di bumi.
6
Pada cinta, ada jiwa-jiwa abadi—
wajah-wajah beriringan di sungai mati
melangkah dalam pengharapan
takdir dan kemuliaanNya
7
Ketika kata-kata menjelma cermin
dan wajahmu adalah puisi yang kutulis
dalam cahaya yang bersembunyi
tidakkah aku telah membawamu
ke dalam dunia yang tak terucap
di mana waktu berhenti dan
hanya kita yang tahu
8
Kekekalan bersembunyi di sela-sela sunyi
jiwa kita yang saling berharap
adalah percakapan burung-burung laut
yang menjahit langit dan samudra
9
Sebab Tuhan tidak pernah keliru—
dalam kesepian itu, ada cahaya
meski redup, mengingatkan pada kasih
seperti senja berpulang
ke dalam diri
lifespirit, 14 December 2024
Puisi Pengharapan yang Agung memperlihatkan kemampuan Imron Tohari sebagai penyair yang tidak hanya mahir dalam puisi pendek, tetapi juga dalam karya panjang yang tetap mengusung nafas mistisme, romantisme, dan penghayatan mendalam akan kehidupan. Sebagai Bapak Puisi Pola Tuang, Imron mengadopsi pendekatan minimalis yang kerap terinspirasi oleh puisi Jepang seperti Haiku, namun dalam puisi ini ia memperluas ruang eksplorasi dengan narasi panjang tanpa kehilangan intensitas spiritual dan emosional yang menjadi ciri khasnya.
Dalam puisi ini, teori ekspresif dari M.H. Abrams dapat digunakan untuk memahami bagaimana karya ini mencerminkan gagasan dan emosi penyair. Struktur puisi yang terdiri dari sembilan bagian menyerupai aliran emosi yang fluktuatif, mulai dari kerinduan, keheningan, hingga pengharapan. Penyair menggambarkan pengalaman personalnya melalui simbol-simbol alam, seperti sungai, pohon mahoni, dan embun, yang tidak hanya menunjukkan hubungan manusia dengan lingkungan tetapi juga menjadi medium ekspresi spiritualitasnya. Misalnya, bait: “Di balik setiap perasaan / ada doa yang pecah—/ doa tanpa suara” menggambarkan pengalaman doa sebagai sesuatu yang universal tetapi juga sangat personal.
Teori fenomenologi juga relevan dalam analisis ini. Melalui pendekatan ini, pembaca diajak untuk merasakan langsung kehadiran simbol-simbol yang digunakan. Imaji seperti “layaknya hujan yang menyentuh daun-daun kecil / dan embun yang menjadi bahasa” menciptakan pengalaman yang intuitif, di mana setiap elemen alam berfungsi sebagai jembatan menuju pemahaman spiritual. Pembaca tidak sekadar membaca, tetapi merasakan kesenyapan dan kesunyian yang melingkupi setiap bait, menciptakan pengalaman estetis yang sangat kuat.
Secara struktural, puisi ini tetap mempertahankan ciri khas pola tuang Imron Tohari yang mengalir tetapi padat makna. Dalam analisis strukturalisme, elemen-elemen seperti pengulangan simbol sungai, air mata, dan embun menegaskan tema utama tentang perjalanan emosional dan spiritual manusia. Sungai, misalnya, menjadi metafora yang kuat untuk menggambarkan kehidupan sebagai arus yang menghubungkan rindu, kesedihan, dan harapan. Simbol-simbol ini saling terhubung membentuk narasi holistik yang memperkuat pesan puisi.
Romantisme juga menjadi salah satu aliran dominan yang mewarnai karya ini. Tema alam sebagai medium ekspresi cinta, ketabahan, dan hubungan manusia dengan Tuhan terlihat jelas. Inspirasi romantisisme semakin kuat dengan adanya ungkapan seperti: “kau serupa nyanyian pohon mahoni / mengajarkan ketangguhan dan konsistensi di titik kesabaran.” Alam di sini tidak hanya berfungsi sebagai latar, tetapi menjadi personifikasi perasaan dan pengajaran hidup yang menghubungkan manusia dengan nilai-nilai spiritual.
Teori reception aesthetics atau estetika resepsi dari Hans Robert Jauss juga penting dalam memahami bagaimana pembaca modern memaknai puisi ini. Sebagai pembaca, kita ditantang untuk menghubungkan metafora kompleks seperti “menggenggam bulan dengan lembut” atau “cahaya yang bersembunyi” dengan pengalaman pribadi kita. Interpretasi menjadi subjektif, memungkinkan pembaca menemukan makna berbeda tergantung pada pengalaman dan perspektif masing-masing. Dengan demikian, karya ini tetap relevan di berbagai konteks karena memberikan ruang bagi pembaca untuk menafsirkan sesuai dengan kebutuhan emosional mereka.
Namun, di balik keindahan dan kedalaman ini, beberapa kritik dapat diajukan. Dalam beberapa bagian, metafora yang digunakan terasa terlalu padat dan abstrak, sehingga berpotensi menyulitkan pembaca awam untuk memahami pesan secara langsung. Selain itu, puisi ini lebih berfokus pada introspeksi dan hubungan vertikal dengan Tuhan, sehingga elemen hubungan antar-manusia kurang tereksplorasi. Dialog emosional yang lebih kuat mungkin bisa memperkaya dimensi interpersonal puisi ini. Meski demikian, hal ini mungkin merupakan pilihan gaya atau ciri khas Imron Tohari, sebagai bentuk kesengajaan untuk menjaga fokus pada hubungan vertikal dalam karyanya.
Sebagai salah satu contoh dari puisi panjang Imron Tohari, Pengharapan yang Agung menunjukkan kematangan visi seorang penyair yang menyelami eksistensi manusia. Dengan pendekatan yang menggabungkan teori ekspresif, fenomenologi, dan strukturalisme, puisi ini tidak hanya berbicara tentang kehidupan dan pengharapan, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan mereka dengan diri, alam, dan Tuhan. Karya ini menjadi wujud lain dari kekuatan seorang penyair yang mampu menyampaikan keindahan dalam segala bentuk, pendek maupun panjang, minimalis maupun penuh simbolisme.
- Pagar Sutra - 12 Januari 2025
- Analisis Puisi “Burung-Burung Melayang” Berdasarkan Teori Ekopuitik dan Ekologi Sastra - 28 Desember 2024
- Dikejar Ibu - 21 Desember 2024