senja pun mengepakkan sayap di arah barat--yang seakan isyarat: petang tengah menggulung layar dan haus lekas terbayar
dengan demikian
rasa lapar hanyalah geletar abstrak
alam sadar yang sebentar-sebentar.
di ambang maghrib:
mari kita intip
surga kecil
yang berjalin dengan macam-macam takjil
dan memilih santapan ringan
setelah muadzin kumandangkan adzan
tapi apa yang kita menangkan selain perasaan kenyang?
di mana sebuah mezbah untuk iman-iman yang kalah?
atau barangkali, kita hanya petarung yang melulu menang perang melawan urusan kerongkongan.
ah, untuk sementara biarkan lampu jalan membuka taman untuk bocah-bocah berguyon dalam berisik petasan
dan biarkan bulan putih mengarahkan terompah orang-orang salih menuju tarawih
sampai seorang imam menyiratkan
ayat-ayat dari mihrab
menertibkan saf demi saf
sampai tahiat--sampai susut jumud
di tiap sujud
tetapi, siapa yang terpilih
mentadaburi malam-malam ganjil
sampai alarm sahur memanggil?
di mana pada kudus tadarus:
bintang-bintang bergugus
dan di puncak imsak malaikat bersalawat--lagi berbisik
"adakah nama kalian berjihad pada ramadhan kemudian?
atau menjadi saksi abadi pada batu nisan yang dilicinkan saban lebaran?"
: Wallahu a'lam, kata-ku, lalu diam dan menghitung ulang ramadhan-ramadhan silam yang tersia-siakan."
Bekasi-03-2024
Latest posts by Alif Darojat (see all)
- Semiotika Ramadhan - 20 April 2024
- Solilokui - 9 Desember 2023
- Bukan di Syam - 28 Oktober 2023