Mustofa W. Hasyim merupakan tokoh sastrawan yang lahir di kota Yogyakarta dan dikenal sebagai penyair, cerpenis, novelis, esais, hingga editor berkat karya-karyanya yang sudah banyak dimuat di berbagai media Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, Semarang, Solo, dan Lampung. Bahkan, salah satu naskah sandiwaranya pernah disiarkan di Radio PTDI Kota Perak. Karya Mustofa juga pernah menerima penghargaan terbaik dari Balai Bahasa Yogyakarta dan IKAPI Yogyakarta tahun 2009, karya tersebut adalah novel yang berjudul Rumah Cinta. Salah satu karya sastra Mustofa yang pernah diterbitkan dan dicetak dalam bentuk buku adalah antologi puisi yang berjudul Reportase yang Menakutkan.
Buku antologi puisi yang berjudul Reportase yang Menakutkan karya Mustofa W. Hasyim ini diterbitkan pada bulan oktober tahun 1992. Mustofa di dalam kata pengantar buku ini, menjelaskan bahwa kumpulan puisi ini berisi mengenai refleksi dari mimpi buruk manusia di zaman itu. Pemicu dari mimpi-mimpi buruk tersebut adalah adanya realitas sosial yang memang tidak ideal dengan ekspektasinya. Judul antologi ini memiliki kaitannya dengan makna puisi-puisi dalam buku tersebut. Reportase sendiri memiliki arti yang merujuk pada suatu bentuk jurnalistik dengan tujuan untuk menyampaikan fakta-fakta yang relevan dan akurat kepada pembaca. Sesuai dengan judul antologi, isi di dalam puisi-puisi tersebut memuat fakta atau realita dalam kehidupan manusia. Selanjutnya, kata “menakutkan” pada judul yang awalnya memberi kesan mencekam, namun setelah membaca puisi-puisinya malah membuat pembaca tertawa pahit. Humor-humor yang disisipkan di dalamnya membuat pembaca tidak jadi marah dan emosi dengan adanya fakta mengenai banyaknya ketidakadilan yang lazim terjadi dalam kehidupan di dunia.
Puisi-puisi yang terdapat dalam antologi ini ditulis oleh Mustofa dengan gaya naratif. Jadi, puisi-puisi ini memiliki karakter, konflik, dan juga plot yang menyertainya, yang mana hal tersebut umumnya terkait dengan unsur-unsur pada cerpen. Salah satu contoh judul puisi di dalamnya adalah Petani yang Terkejut.
Petani yang Terkejut Seorang petani terkejut Ia menanam jagung, tumbuh singkong Ia menanam kedelai, tumbuh tebu Ia menanam jambu, tumbuh durian Ia menanam padi, tumbuh bambu berduri Ia panik mendengar suara dari kandang telur-telur itik yang dieramkan menetas, keluar anak ular mereka memburu induk ayam yang mengeraminya mereka lilit dan gigit sampai mati. Ia ketakutan, lembu di kandang berubah macam jika malam tiba. “Tuhan apa dosaku sehingga alam sekitarku jungkir balik begini?” gugatnya. Petani itu gelisah sampai tidurnya dipenuhi mimpi buruk. Ia bermimpi jadi burung hantu dan ketika bangun alangkah terkejutnya. Semua yang disekelilingnya tidak ia kenal. “Di manakah saya?” tanyanya tidak mengerti. Tempat tinggalnya berubah dan pindah. “Kau telah transmigrasi ke pulau sepi ini,” jawab tetangganya. “Mengapa?” “Rumah dan sawahmu digusur untuk hotel, padang golf dan calon terminal.” Petani itu mencoba menggarap tanah barunya. Ia kembali terkejut ketika biji jagung yang ditebar tumbuh singkong, kedelai jadi tebu padi jadi bambu berduri dan dari telur itik muncul anak ular. Lantas ia tidak berani tidur takut mimpi berubah burung hantu dan kembali tergusur.
Sesuai dengan bentuk puisi naratif, di dalam puisi tersebut terdapat tokoh, yaitu seorang petani yang sedang mengalami suatu keanehan dan ketidakwajaran dalam kegiatan sehari-harinya. Ketika ia bangun dari tidurnya, sudah mendapati dirinya berada di tempat asing sebab daerah rumah dan sawahnya telah digusur oleh orang ‘berada’. Petani tersebut seolah-olah sedang mengalami mimpi buruk yang terus berulang tanpa sebuah akhir. Jadi, di dalam puisi tersebut terdapat sebuah plot atau alur yang tersusun rapi sehingga tidak ada kekacauan dalam penyampaiannya. Jika dikaitkan dengan judul pada buku, yaitu Reportase yang Menakutkan, ada hubungannya, yaitu terkait isu sosial mengenai penggusuran rumah warga. Tindakan oleh pemerintah tersebut dinilai kontroversial karena merugikan bagi masyarakat yang terkena imbasnya. Hal tersebut merupakan fakta pahit yang ada pada kehidupan masyarakat kelas bawah. Setelah selesai membaca puisi Petani yang Terkejut ini, pembaca akan merasa miris dengan realita yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
“Di manakah saya?” tanyanya tidak mengerti. Tempat tinggalnya berubah dan pindah. “Kau telah transmigrasi ke pulau sepi ini,” jawab tetangganya. “Mengapa?” “Rumah dan sawahmu digusur untuk hotel, padang golf dan calon terminal.”
Selanjutnya pada contoh penggalan puisi di atas, menunjukkan adanya penggunaan larik yang berbentuk dialog percakapan. Tak hanya pada puisi Petani yang Terkejut, dalam tiap judul puisi-puisi lainnya di antologi ini juga banyak yang menggunakan bentuk dialog. Penggunaan dialog pada puisi ini dapat memberikan aspek naratif yang menarik karena dapat menciptakan suasana yang lebih hidup, selain itu juga memungkinkan Mustofa sebagai penulis untuk mengutarakan emosi dan idenya dengan cara yang lebih langsung.
Dari segi tata bahasa, gaya atau jenis bahasa yang digunakan oleh Mustofa dalam puisi ini adalah bahasa sehari-hari yang umumnya digunakan dalam komunikasi keseharian. Bahasa sehari-hari cenderung lebih santai, tidak formal, dan mudah dimengerti oleh banyak orang, sehingga dapat mempermudah pembaca yang masih awam dengan kata-kata sulit dan kompleks dalam puisi pada umumnya. Diksi atau pemilihan kata yang digunakan sangat sederhana dan cukup modern pada zamannya, sehingga sudah tepat dan sesuai dengan maksud dari puisi tersebut yang pembawaannya menggunakan bahasa naratif.