Pada malam keempat belas
Di puncak kapal Gili Iyang
Angin menebas sunyi
Kepala basah, berlumur kata dan tanya
Ramdan membisu
Dan aku tak mampu menerjemah apa-apa
: hidup adalah hidup
; mati adalah mati
Tak ada makna di hati yang cadas nan redup
Ombak membentur kepala kapal
Ada yang pecah, ada yang tumpah
Kucoba berfalsafah
Hendak mengais makna dalam tadabbur
Tapi samudra dan gulita hanya menyajikan keheningan yang tak dapat kupecah
Kuseruput kopi
Rokok menyala
Asap mengepul
Pertanyaan-pertanyaan tak menohok pun timbul
: Apakah Ramadan tak lebih canggih dari malam dalam hal meracik kesunyian?
; Dan bukankah sunyi adalah khalwat paling khidmat bagi hasrat yang begitu hebat?
; Bolehkah kukatakan bahwa menyunyikan diri adalah puasa sesungguhnya?
; Aku ingin berpuasa pada malam dan kesunyian, atau bahkan menjadikannya Ramadan alternatif; yang bukan lagi harfiah; yang tak hanya disambut tiap tahun.
Demi malam, demi sunyi
Tuhan …
Sungguh aku ingin berpuasa pada malam hari
Kapal Gili Iyang Bawean-Gresik, 13-03-2025
- Ramadan Malam Hari - 22 Maret 2025
Keren