Alih-alih ingin mengantar penonton ke hadapan suatu pengalaman yang kolektif, saya malah menjelma kepada visualisasi puisi yang tak terduga. Visual yang disajikan bisa membawa suasana pembaca berada di dunia nyata, bisa juga berada dunia rekaan. Saya gembira meronta-ronta ketika mengetahui film Another Trip To The Moon terpilih untuk berhijrah ke dalam bentuk teks puisi berkat responsif—bentuk reflektif dari sosok Aan Mansyur. Dengan harapan gagasan kolaboratif tersebut mampu melahirkan sudut pandang yang bisa memberikan kesan eksperimentaldan menghasilkan kejutan yang segar bagi para pengarangnya sekali pun.
Dalam beberapa puisi yang ditulisnya, Aan memberikan sentuhan magis sebagai gambaran ideal ekspresionis—tentang seorang perempuan memiliki peran kuat dalam kehidupan dan berkontribusi terhadap suatu lingkar kekuasaan yang digagas oleh Ismail Basbeth, meskipun seringkali perempuan dipandang sebagai objek bukan subjek. Aan mencoba menjadikan sosok perempuan sebagai citraan penting dalam puisi-puisinya. Perempuan yang akan disandingkan dengan sisi romantisnya. Bukan lagi perempuan yang tunduk pada sistem patriarkis, melainkan perempuan yang terlepas dari luka dan merdeka dari segala deritanya.
Mereka keliru mengira aku menjauhi rumah
untuk mencari diriku. Aku tahu siapa aku.
Perempuan tahu diri mereka perempuan.
Aku bukan pencari. Aku pergi demi merebut
diriku kembali dari tangan pencuri
Aku tahu mereka menyembunyikannya di
balik selubung pikiran-pikiran lama dan
siasat jahat.
(“Perempuan yang Mencintai Perempuan Lain”)
Dari perspektif lain, Aan mencoba melukiskan situasi di mana masyarakat mengalami disorientasi hidup, kerancuan identitas, dan problematika dalam diri manusia. Begitulah gambaran kekacauan mental yang nampak sebagai dampak eksploitasi manusia dan lingkungannya sebagai bentuk hegemoni politis.
Adakah kebebasan? Aku memburumu sejauh ini
untuk merebut hati orang yang kutinggakan. Tidak
ada hutan yang terlalu lebat untuk seekor anjing.
tidak ada tempat sembunyi yang tidak tampak
bagi yang hendak mencari.
(“Lelaki yang Anjing”)
Konteks pemaknaan yang terkandung di atas adalah perempuan yang selalu dikejar oleh sekumpulan teror yang terus memburu. Teror ini lahir akibat timbulnya perusakan dan penghancuran hubungan ekosentris yang dibangun, sumber kedamaian yang pudar, dan hadirnya eksploitasi oleh kekuatan hierarki yang tak mengenal ampun. Akhirnya manusia kehilangan pengolahan rasa dan identitasnya sebagai manusia yang utuh, hingga terseret jauh dari sumber spiritualitas yang diyakininya.
Berbicara perihal keprerempuanan, tentu tak lepas darikeharmonisan sosok seorang ibu yang bukan hanya sekadaruntuk melawan kantuk, melainkan—berani memasang badan utnuk menghadapi segala kondisi yang tak menentu. Memasuki wilayah sensibilitas kebahasaannya, Aan kerap kali berbagi kisah mengenai lika-liku kehidupan perempuan yang nyaris tidak akan mampu bernafas panjang. Teks demi teks berusaha menghadirkan rutinitas perempuan yang tidak biasa untuk menenangkan dan menikmati soft emotions antarpribadi setiap perempuan. Rutinitas yang dihadirkan adalah bentuk keniscayaan yang tak terhindarkan. Ada kalanya rutinitas ini melahirkan suasana rentan—saat perempuan merasakan rindu akan kehidupannya sesuai ekspetasi.
Sebelum rela kau kulepaskan,
apa pun kelak menimpa hidupmu,
aku ibumu selamanya. Pergilah.
Kau tidak boleh merasa iba
dan bersalah.
Biarkan jiwaku menghutan
bersama waktu dan pertanyaan:
di mana sesungguhnya ingatan
berumah. Di kepala. Di dada.
Di angkasa.
(“Ibu yang Menunggu”)
Perjalanan Lain Menuju Bulan yang dikonversi—dinarasikan oleh Aan Mansyur ke dalam bentuk teks puisi ini telah mempertemukan kita pada proses petualangan sosok ruang kehampaan yang semu, yang perangainya tidak mudah ditangkap oleh nalar dan tidak gampang direngkuh oleh sukma. Sunyi adalah kunci. Dalam pemaknaan keperempuanan yang positif, sunyi adalah sarana untuk memulihkan komunikasi, merekatkan kembali hubungan cinta kasih dengan diri sendiri dan dengan semua yang terlibat dalam pergulatan batinnya, bahkan alam sekitar. Puisi-puisinya dapat menjadi medium yang mempertautkan perempuan beserta fenomena lainnya, dapat pulamenjadikan wadah alternatif dalam penafsirannya dengan tanpa batas.
- Perjalanan Alternatif Menuju Teks Imajinatif - 30 Mei 2024