Pembacaan Singkat Puisi Dukotu Karya Kamaria Bte Buang

Pembacaan Singkat Puisi Dukotu Karya Kamaria Bte Buang
BISAKAH DENGAN UCAPAN, SEDANG LIDAH MASIH TERBELIT

menerobos pada halus mulus 
mencari husnul khatimah

kb080823
1276

Setiap hamba Allah senantiasa mendambakan sesuatu yang baik yang mendapat Ridho Allah di saat menghadapi sakaratul maut, yakni dengan mengucapkan asma-asma Allah. Namun hal yang sekilas nampak mudah dilakukan tersebut, nyatanya bukan hal mudah jika dalam keseharian, insan Allah jauh dari mengamalkan lisan ucap kalimah-kalimah Allah tersebut. Mungkin ini pesan yang ingin disampaikan puisi pendek 2,7 karya Penyair Singapura, Kamaria Bte Buang.

Pesan dan amanat puisi secara keseluruhan mengajak pembaca untuk merenung tentang hambatan, usaha, dan perjuangan seseorang dalam menghadapi proses kematian, meskipun proses tersebut mungkin tampak tenang atau halus di permukaan. Prosesi dari sakaratul maut yang merujuk pada saat-saat terakhir dalam hidup seseorang, di mana mereka mengalami penderitaan fisik dan mental yang dapat menjadi tantangan besar dalam melafalkan kalimah Allah di hujung akhir hayat insan yang bernama manusia.

Dalam hal ini, frasa-frasa dalam teks puisi tersebut dapat mencerminkan perjuangan roh manusia untuk melepaskan diri dari tubuh dan menghadapi kematian dengan tenang, meskipun proses fisik mungkin tidak terlihat oleh mata telanjang. Pengalaman kematian, seperti yang diceritakan oleh berbagai tradisi dan keyakinan spiritual, sering kali dianggap sebagai perjalanan yang rumit dan dalam, di mana jiwa mungkin menghadapi rintangan-rintangan batin yang mungkin tidak dapat dilihat secara fisik. Dalam konteks sakaratul maut, susunan frasa //menerobos pada halus mulus mencari husnul khatimah// dapat mengacu pada usaha seseorang untuk menerobos atau melewati pengalaman yang mungkin terlihat tenang atau “halus” di permukaan, tetapi sebenarnya melibatkan perjuangan batin yang dalam dalam menghadapi transisi dari dunia fisik ke alam selanjutnya dengan berusaha tetap ingat asma-asma Allah.

Untuk melengkapi pembacaan singkat saya pada puisi di atas, saya sertakan penilaian dan penjelasan sebagaimana di bawah ini:

A. KESEIMBANGAN BENTUK DAN KEINDAHAN PUISI:

Penilaian: 13/14

Penjelasan Penilaian: Puisi ini memiliki bentuk yang seimbang dengan dua larik yang masing-masing terdiri dari tujuh kata. Struktur ini menciptakan harmoni secara perwujudan teks.

B. PENGUCAPAN KHAS DAN UNIK (KESEGARAN DIKSI—SEMANTIK DAN STRUKTURAL):

Penilaian: 18/21

Penjelasan Penilaian: Penggunaan diksi yang unik seperti “menerobos pada halus mulus” dan “mencari husnul khatimah” memberikan kesan khas dan menarik bagi pembaca. Frasa “lidah masih terbelit” menciptakan kontras menarik dengan gambaran “menerobos.” Diksi semantik ini menambah kedalaman makna.

C. KEPADUAN DAN ATAU MAKNA PER LARIK MANDIRI DALAM MENGUATKAN TEMA:

Penilaian: 18/20

Penjelasan Penilaian: Setiap larik memiliki makna yang berdiri sendiri dan relevan dengan judul, yang menggambarkan upaya mengatasi hambatan dalam melafalkan disaat-saat kritis (“Bisakah dengan Ucapan, Sedang Lidah Masih Terbelit”). Larik kedua “mencari husnul khatimah” mengacu pada pencarian akan akhir hidup yang baik dan mencerminkan tema keseluruhan.

D. KOHERENSI/KESELARASAN ANTAR LARIK:

Penilaian: 19/21

Penjelasan Penilaian: Ada koherensi yang kuat antara larik dan judul, yang menciptakan kesan utuh dan terhubung. Puisi ini dengan baik menggambarkan perjuangan untuk melawan aeal-runtang dalam melafalkan kalimah Allah dalam mencari akhir hidup yang bermakna husnul khatimah.

E. KEUTUHAN/TUNGGAL—JUDUL & ISI BERSENYAWA— MENGANGKAT TEMA:

Penilaian: 22/24

Penjelasan Penilaian: Judul dengan pertanyaan retoris (“Bisakah dengan Ucapan, Sedang Lidah Masih Terbelit”) menarik perhatian pembaca dan mencerminkan tema puisi secara keseluruhan. Puisi ini memiliki kesatuan dalam penyampaian tema.

Avarage: 9

Puisi 2,7 yang memuisi dan memuasi OK*****

salam lifespirit!

Mataram, 8 Agustus 2023

Kamaria Binte Buang lahir pada Februari.1958. Warganegara Singapura. Mula menulis pada tahun 1972. Karya pertama terbit di Berita Harian dan Berita minggu 2006 hingga sekarang. Karya banyak dihasilkan dalam bentuk antologi bersama penulis Singapura, Indonesia, Brunei dan Thailand. Buku pertama berjodol Tanah Di sini Aku Bersemadi 2014.

Kamaria Binte Buang
Imron Tohari
0Shares

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *