andai saja di sini sebuah lembah dengan lanskap semu hijau yang dipantulkan sinau dari permukaan danau maka kita akan berkemah merakit perapian kecil bakal masak air dan mengguyur kopi nol karamel "sebab rasa manis hanya euforia di awal dan selalu phobia di akhir," katamu lalu, aku hanya mampu menggeser bibir dan menggelar tikar dengan tas ransel sebagai bantal sementara tanpa aba-aba kau membacakan satu puisi dari Bukowski tentang neraka tanpa penjaga "hanya belatung-hanya belatung," katamu aku termenung! dan mataku terseret kepul asap dari perapian yang estafet menuju pohon terdekat di tengah cuaca lengket aku terkesiap teringat seorang pria yang berdiang dengan puisi-puisi apinya di buangan "o, Pram yang malang" dan dua kali aku termenung sampai aku akan bertanya sedikit kepadamu, manisku! "dengan bekal apa kita mengubah peran untuk 5 tahun ke depan?" boleh jadi, Tuhan telah berdiri di kota-kota dengan baju toga menghukum manusia dengan segunung bingung seperti seorang gerilya yang gagal melamar pacarnya pasca perang saudara atau, mungkinkah kita salah satunya? namun kita hanya bengong di bawah bulan sepotong dengan mata capung kembali termenung niscaya akan selalu ada alarm sebelum keraguan selesai semacam decit ban pada aspal mirip jerit klakson pada kemacetan total sampai seorang kawan dari pesisir menirukan suara pria Yorkshire dengan menyanyikan lagu "Fake Plastic Trees" seolah ia ingin memberi tahu bahwa bumi telah dikuasai manusia-manusia apatis dan pada akhirnya kita akan begitu familiar dengan peradaban yang makin brutal atau takdir memang tak pernah adil pada sepanjang kenyataan yang hanyalah catatan kaki yang tak pernah dikenali asal-usulnya serupa kita, pada 5 tahun sebelumnya. Karawang--07-2023
Latest posts by Alif Darojat (see all)
- Noktah Senjakala - 16 November 2024
- Semiotika Ramadhan - 20 April 2024
- Solilokui - 9 Desember 2023