semua dimulai ketika dunia diserbu pasukan bakteria yang membawa debu-debu berduri dan meruntuhkan innate, adaptive, dan imunitas pasif di tubuh kami Ibu yang semula gemar bercerita di kios sayuran bersama para tetangga kini, hanya gemar duduk sambil mengunyah permen mint di beranda dia berkata bahwa bunga-bunga di daster kesayangannya rontok dan meninggalkan aroma busuk rafflesia angin menerbangkan kebaya tosca yang dibelikan Ayah tepat sebelum jasad lelaki itu dikebumikan sejak saat itu Ibu memuja warna hitam di langit yang semakin jarang berwarna biru warna yang melahap gladiol tua di vas bunga warna yang mengakrabkan diri dengan mata kami “Bukankah sekejap saja, kita adalah derit keranda yang menanti ajal di tepi jurang?” gumam Ibu. demi tahun-tahun yang berkejaran kami saling melahap kehaluan yang semakin rimbun demi menyelamatkan kewarasan yang nyaris punah lihat! adik bersiul sambil menunggang naga melompati pagar sambil membawa bencana usianya memanjang pada pilar-pilar jalanan serupa pucuk cemara yang tak pernah menyentuh langit nestapalah dia! Bapak? sudah kubilang dia telah menjadi jasad dikebumikan bersama belatung dan anak-anak cacing aku melubangi matahari demi menjaga isi kepala tetap sama besarnya tangan ini menggenggam api dan puluhan meteor yang dilemparkan senja tapi satu saja hal yang ingin kulakukan aku ingin memutar waktu sekali lagi dan mengembalikan kewarasan keluarga kami. Dalem Solo, 2023
Latest posts by Djuminten (see all)
- Kehaluan Menyerang Keluarga Kami - 25 Maret 2023
- Dapur dan Ngelantur - 19 November 2022
- Skizofrenia - 22 Oktober 2022