Jika boleh berandai, maka jantung dari puisi adalah diksi. Itu pun kalau kita simak dari sisi fisiknya, alias bukan batin puisi. Melalui diksi pula kita bisa membedakan puisi dengan jenis tulisan lainnya, anggap saja esai dan berita. Sekalipun begitu, puisi modern sudah tidak terikat kepada diksi konvensional lagi, yang hanya terdiri dari kata-kata terpilih, tetapi lebih dari itu, seperti isyarat.
Diksi secara umum dikenal sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Jantung dari diksi adalah kata. Kata ini kalau dalam puisi modern, bisa saja melebar menjadi sebuah simbol, gambar, tanda baca, dst., seperti halnya puisi-puisi konkret–lebih jauh memanfaatkan bunyi dan multimedia yang lengkap. Sebagaimana kata Sapardi, puisi masa depan adalah gambar.
Melalui diksi, larik dan bait terbentuk. Rima, ritme, metrum atau secara keseluruhan disebut versifikasi juga tercipta. Termasuk juga majas dan kata konkret.
Secara umum, banyak penyair, khususnya penyair maya, penyair awam, dst., sering membuat puisi dimulai dari memilih dan mengumpulkan diksi-diksi yang mereka anggap cocok. Mereka seperti berburu kijang di hutan. Sebelumnya, mereka tidak tahu apakah kijang itu nantinya akan dijadikan hiasan, diambil kulitnya, atau dagingnya dijadikan rendang, atau bisa juga dijadikan hewan peliharaaan. Itu sebabnya mereka kadang kebingungan ketika membuat judul dari puisi, bahkan temanya pun tidak jelas.
Berburu diksi menurut mereka, kalau kita umpamakan, sama pula dengan orang mencari-cari barang yang bagus dari tong sampah, tempat pembuangan, gudang, pasar, dst., sampai tempat bersih. Anehnya, mereka ini belum punya pegangan tentang apa yang mau dibuat. Jadi sesuatu yang terlihat bagus, diambil. Anggap saja seperti botol air mineral, boneka, besi, sendal, baju, dst. Tetapi pilihannya lebih fokus kepada yang bentuknya blink-blink, menor, berlebihan, dsb. Kelihatan cakep memang. Tapi sungguh, itu adalah tipuan.
Dari semua barang yang diambil, mereka letakkan di sebuah tempat. Didandanin jadi A, jadi B, jadi C. Lalu dipamerkan untuk disimak khalayak ramai. Orang-orang bingung, benda apa yang sedang dibuat dan disusun oleh si penyair? Selain tumpukan benda yang tidak guna. Sebagian dari benda yang mereka sebut diksi itu, benar-benar tidak berguna.
Mereka ini punya seribu alibi untuk menjelaskan alasannya. Tetapi, hanya sepersekian persen secara logika yang tepat guna. Selebihnya hanya mengada-ada seperti orang bermimpi naik ke bulan memakai sepeda onta. Dan mereka terus mendongengkan hal tersebut seolah fakta.
2020
- Hai AI, Apakah Kamu Mengenal Saya? - 9 September 2024
- Cerita Horor - 15 Agustus 2024
- Padma Suami - 3 Agustus 2024