Bunga Kayu Manis dan Cerita-Cerita Lain merupakan kumpulan cerita pendek karya Nurul Hanafi yang diterbitkan oleh Jualan Buku Sastra (JBS) pada tahun 2021. Nurul Hanafi memiliki karakter yang khas, yaitu dalam karya-karyanya ia menuliskan dengan pelan, tenang, dan mendalam mengenai hal-hal yang seringkali terabaikan di dalam kehidupan nyata. Ia memfokuskan pada hal utama yang penting baginya seperti dalam menyingkap suasana, perasaan, kedetailan pada hal-hal kecil, selain itu juga kesunyian dan ketenangan yang dapat dirasakan ketika membaca karyanya tersebut. Kumpulan cerita pendek Bunga Kayu Manis dan Cerita-Cerita Lain ini di dalamnya membahas mengenai suatu peristiwa yang seringkali dihadapi oleh sebagian orang. Hanafi menuliskannya dengan sangat runtut dan pelan dengan pemilihan latar serta suasana alam lingkungan sekitar yang sunyi dan alami.
Pemilihan judul pada cerpen Bunga Kayu Manis dan Cerita-Cerita Lain ini mencampurkan unsur nama tumbuhan yang bernama bunga kayu manis. Bunga yang memiliki warna semu putih dan sedikit ada warna merah muda, memiliki ukuran yang kecil, dan sangat rentan ketika dipegang. Bagi sebagian orang mungkin belum pernah melihat bahkan tidak mengetahui jika kayu manis yang sering digunakan sebagai rempah-rempah ternyata juga memiliki bunga yang sebenarnya tidak kalah indahnya dengan jenis bunga-bunga lain yang sering kita lihat. Dalam cerpen ini, Hanafi mencoba untuk mengenalkan kepada para pembaca bahwa bunga dari tanaman yang sederhana menjadi terlihat indah dan bermakna.
“Ini bunga untukmu,” seru si pemuda sambil mengangsurkan bunga kayu manis yang baru saja dipungutnya. Kecil; satu pungut saja, namun utuh. Enam helai mahkota bunganya keluar, menjauhi putik. Di dekat tangkai warnanya merah muda, dan semakin ke ujung helai mahkota itu bersemu putih (Hanafi, 2021:59). Pemuda itu melihat ke atas, dan mendapati rumpunan-rumpunan bunga kayu manis, merah muda di sela-sela putih, berayun diterpa angin, seperti klarasida. Bunga kayu manis sama sekali tidak beraroma;tapi kini gadis itu menciumnya, memilin-milin pelan di antara jemarinya yang menguncup (Hanafi, 2021:60).
Kelihaian Hanafi dalam menyusun dan memadukan kata agar terlihat indah membuat hal-hal yang awalnya terlihat sederhana bahkan tidak bernilai menjadi lebih bermakna. Dalam cerpen Bunga Kayu Manis dan Cerita-Cerita Lain Hanafi tidak hanya menyebutkan bunga kayu manis saja yang menjadi unsur dalam pemilihan judulnya, namun terdapat nama tumbuhan dan bunga-bunga lain yang turut menjadi “bahan” untuk menciptakan hal-hal indah dan sebagai wadah untuk memberikan makna di setiap peristiwa di dalamnya. Dalam pemilihan jenis-jenis bunga, Hanafi tidak asal memasukkan jenis bunga terlebih yang sudah familier didengar oleh masyarakat seperti halnya mawar, melati, kamboja, ataupun anggrek melainkan jenis bunga yang sangat asing didengar sehingga memicu rasa penasaran bagi pembacanya. Seperti pada cerpen pertama yang berjudul “Aku Tak Bisa Mengatakannya” dan beberapa judul cerpen lainnya yang sama membahas mengenai jenis-jenis bunga. Cerpen ini membahas mengenai pasangan suami istri yang tidak sengaja melihat bunga yang bernama bunga kulit bawang yang memiliki ciri-ciri hampir sama dengan bunga nawangsari ketika mereka sedang berjalan dan hal tersebut selalu mengingatkan suami pada masa lalunya dulu dengan seorang perempuan yang pernah mendampinginya.
“Kau sendiri tahu dari mana bisa menuduh itu bunga nawangsari ?”. “Dari Suci”. Mendengar itu, roman muka Sani jadi semakin memerah. Suaminya sadar bahwa ia telah mengucapkan sesuatu yang tidak pantas, dan buru-buru ia menyambung. (Hanafi, 2021 :10).
Ia ingin mencaci masa lalunya, pikir Sani. Masa lalunya saat hidup dengan Suci, gadis ceroboh yang sebenarnya, karena tak mampu membedakan antara bunga kulit bawang dengan bunga nawangsari. Hanya saja, ia melakukannya secara terselubung. Ia pura pura tak melihat perbedaan antara kedua bunga itu. (Hanafi, 2021:15).
Cerpen Bunga Kayu Manis dan Cerita-Cerita Lain sebenarnya bukanlah termasuk ke dalam genre romantic ataupun menggunakan tema percintaan ke dalam semua cerpen, namun Hanafi memasukkan beberapa hal yang ditulis dengan penuh perasaan lewat tokoh di dalamnya yang ia tujukkan kepada orang yang ia sayangi. Dengan menggunakan pilihan diksi yang indah dan menyentuh seperti halnya pada cerpen yang berjudul “Duduk dalam senja”. Namun seringkali pemilihan diksi yang awalnya bertujuan untuk membuat unsur keindahan di dalamnya justru membuat pembaca sulit memahami maksud dari konteks tersebut hingga menimbulkan kebingungan.
Aku duduk dalam senja ini kembali, kekasih. Duduk di bawah bayangan masa-masa yang berlintas di bawah rimbunan pohon kenangan yang menyeruak diam-diam jika sedikit saja disinggungkan. Aku duduk di bawah naungan mesra dan merindu gulanakan segala sentuhan serta seduhan aroma cinta yang paling membiuskan. Kekasih, biarlah biarlah aku ingat kembali segala liku dan semak masa mudaku yang menghidup di sepanjang jalanku. Biarkan aku mengembarakan domba-dombaku di padang-padang luas nilik langit keabadian dan biarlah mereka menghirup aroma sejuk rumput yang menghidupi mereka, sementara kita memulai lagi menjalinn sebuah penceritaan tentang rahasia berduka dan bersuka sepanjang masa sepanjang jalan gairah. (Hanafi, 2021:19-21).
Cerpen Bunga Kayu Manis dan Cerita-Cerita Lain ini memberikan penggambaran sekaligus menyadarkan kepada kita mengenai hubungan timbal balik antara manusia dan alam. Bahwasanya alam dan manusia memiliki persamaam, yaitu sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai sesama makhluk hidup, sudah semestinya manusia dapat menjaga hubungan yang harmonis dengan alam dengan cara merawat dan menjaga alam dan lingkungan sekitar. Manusia dalam hidupnya baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial yang bergantung kepada orang lain akan selalu berintegrasi dengan lingkungan yang merupakan tempat manusia untuk hidup dan sebagai tempat tinggal. Keberlangsungan hidup manusia ditentukan oleh interaksi manusia dengan lingkungannya itu sendiri. Maka, sudah sewajarnya kita untuk menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan sekitar kita demi keberlangsungan
hidup hingga nanti. Jika hal tersebut tidak disadari, keseimbangan dalam lingkungan kehidupan manusia dan lingkungan alam dapat terganggu karena ulah dari manusia itu sendiri.
Seperti halnya pada cerpen yang berjudul “Hari ke Tiga Ratus” yang menceritakan tentang seorang bocah laki-laki beserta dengan sejumlah domba yang sedang mencari sumber mata air untuk menghilangkan rasa haus yang mereka rasakan selama melakukan penggembalaan selama satu tahun lamanya, dan saat itu adalah hari ke tiga ratus. Setelah bocah lelaki dan domba-domba tersebut berjalan sepanjang waktu, mereka menemukan sebuah sumur dibawah rindangnya pohon akasia yang meneduhi panasnya sinar matahari di atas mereka.
Bocah lelaki itu menuntun domba-dombanya menuju sebuah sumur di bawah rindang pohon-pohon akasia. Rombongan keletihan itu sangat berbahagia. Sepanjang jalan mereka tak menemukan sebuah perigi ataupun mata air pemupus rasa haus. Sejak tadi, domba-domba itu mengembik-embik dan sesekali mereka membuat lingkaran mengelilingi si bocah, lalu mengusap-usapkan kepala mereka di paha si bocah. Si bocah bersabar menenangkan dan mengatur agar terus berjalan. (Hanafi, 2021:73).
Dari potongan kutipan di atas menjadi salah satu bukti bahwa alam berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup manusia. Dalam cerpen tersebut seorang bocah laki laki yang sudah beratus-ratus hari hidup di alam terbuka yang sangat luas, namun ia masih bisa bertahan hidup bersama dengan beberapa domba-domba yang ia miliki. Hal ini mengartikan bahwa, kemampuan seseorang untuk bertahan hidup di alam terbuka bergantung pada cara beradaptasi setiap orang dengan lingkungannya. Selain itu, adanya ketersediaan sumber daya alam di alam terbuka untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia menjadi hal utama yang berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup manusia.
Seperti yang sudah dibicarakan pada bagian awal, bahwa Nurul Hanafi memiliki ciri khas pada karya-karyanya yang pelan, tenang, dan mendalam mengenai hal-hal tertentu yang akan ia bahas. Selain itu, ciri khasnya adalah menjelaskan mengenai suatu peristiwa atau kejadian dengan sangat runtut, tenang bahkan sublim.
Misalnya pada cerpen yang berjudul “Trayek Pegunungan” pada bagian awal cerita, Hanafi menjelaskan mengenai lingkungan sekitarnya pada saat itu dengan sangat detail dan rinci pada saat menaiki salah satu alat transportasi yang berada di daerah pegunungan. Hanafi menuliskan peristiwa demi peristiwa yang ia alami dengan runtut yang bermula pada saat tokoh utama bertemu seorang perempuan yang berparas cantik dan setelah itu bertemu dengan seorang perempuan setengah tua yang menaiki transportasi yang sama untuk tempat tujuannya masing-masing. Ia menceritakan runtutan tokoh utama yang ingin bertegur sapa dengan perempuan berparas cantik tersebut namun banyak hal-hal yang membuatnya berkali-kali mengurungkan niatnya, hal tersebut terus dibahas di dalam cerpen ini hingga akhir.
Bagaimana harus ku ungkapkan kesan kesaksianku atas hadirnya dia di hadapanku, dengan seluruh kesempurnaannya, kesempurnaan sikapnya, raut wajahnya yang luar biasa. (Hanafi, 2021:99).
Deru mobil begitu lembut. Suara percakapan itu jelas sekali mencapai telingaku. Suara si nenek masih sangat jelas-maksudku, ia nampak masih memiliki deretan gigi yang utuh kuat. Berderet dalam satu barisan ketat. Ia tersenyum. Ia tertawa. Deretan giginya putih semua. Aku menghembuskan nafas mesra. Wanita setangah tua di sampingku sesekali manggut-manggut mendengar penuturannya. (Hanafi, 2021 :101).
Ciri khas yang dimiliki oleh Nurul Hanafi tersebut dinilai memiliki kelemahan dan kelebihan bagi sebagian orang yang bisa menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Ada yang menilai bahwa hal itu menjadikan karyanya menjadi sangat membosankan dan terlalu bertele-tele dalam menggambarkan suatu peristiwa sederhana. Namun akan berbeda bagi sebagain orang menyukai hal-hal untuk tetap bisa dinikmati ditambah dengan kelihaian Hanafi dalam memainkan dan menyusun kata menjadi sangat indah. Dengan gaya penulisannya yang khas ditambah pemilihan diksi yang digunakan pada sebagian cerpen sulit dipahami, hal ini membuat pembaca merasa sedikit kesulitan untuk memahami isi dari kumpulan cerita pendek yang disajikan seperti halnya dalam kumpulan cerpen Bunga Kayu Manis dan Cerita-Cerita Lain. Namun walaupun begitu, Hanafi tetap konsistem dalam membawakan cerita yang memiliki unsur alam entah dari segi latar yang digunakan ataupun peristiwa yang terjadi dalam cerita pendek tersebut.