Begini Dapur Penjurian Sayembara Manuskrip Puisi DKJ 2023

Begini Dapur Penjurian Sayembara Manuskrip Puisi DKJ 2023

Ngobrol bersama Royyan Julian, Juri Sayembara Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2023

Sayembara Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) merupakan salah satu sayembara yang paling banyak dinanti dan diperhatikan oleh orang di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) adalah sebuah lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas usul masyarakat kesenian. Lembaga ini dibentuk pertama oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, dengan Surat Keputusan (SK) No. Ib.3/2/19/1968 tertanggal 7 Juni 1968 tentang Pembentukan Dewan Kesenian Jakarta. Dewan Kesenian Jakarta bertugas sebagai mitra kerja gubernur untuk merumuskan kebijakan serta merencanakan berbagai program guna mendukung kegiatan dan pengembangan kehidupan kesenian di wilayah Jakarta.[1]

Kebijakan pengembangan kesenian tercermin dalam bentuk program tahunan yang diajukan dengan menitikberatkan pada skala prioritas masing-masing komite. Anggota DKJ berjumlah 25 orang, terdiri dari para seniman, budayawan dan pemikir seni, yang terbagi dalam 6 komite: Komite Film, Komite Musik, Komite Sastra, Komite Seni Rupa, Komite Tari dan Komite Teater.[2] Dari beberapa komite tersebut, Komite Sastra merupakan salah satu komite yang paling antusias disambut banyak orang melalui programnya Sayembara Puisi, Novel, dan Kritik Sastra DKJ.

Sayembara Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2023, telah selesai dilaksanakan dengan lancar dan baik. Sebagaimana sayembara atau ajang perlombaan lainnya, tentu juga muncul isu atau kontra terkait pelaksanaannya. Kami, sebagai redaksi media Ompiompi.com mencoba untuk menggali hal-hal yang berkaitan dengan isu, polemik, atau proses yang berkaitan dengan penjurian sayembara tersebut.

Salah satu Juri Sayembara Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2023, Royyan Julian mencoba menjelaskan seperti apa dapur pengkurasian naskah DKJ Puisi 2023 dalam program Bincang-Bincang bersama Ompiompi.com melalui Whatsapp, Minggu (13/08/2023).

Halo Bung Royyan. Bagaimana kabar hari ini?

Baik. Semoga Ompi juga baik ya.

Sebagai pemenang Sayembara DKJ Puisi 2021, apa pendapat dan perasaan Bung Royyan ketika diangkat menjadi juri Sayembara DKJ Puisi untuk musim 2023?

Merasa tertantang. Artinya, saya dipercaya mengemban amanah, katakanlah, cukup besar. Selama ini saya memang kerap diundang sebagai juri kompetisi serupa, tetapi bukan manuskrip kumpulan puisi. Jadi, untuk sayembara DKJ, saya kira usahanya akan berkali-kali lipat.

Sebenarnya apa yang membedakan Sayembara DKJ dengan lainnya?

Bedanya paling tidak pada soal kuantitas. Kebanyakan lomba serupa kan satu puisi saja. Di Sayembara DKJ, karya peserta sedikitnya setebal empat puluh halaman.

Sebagaimana biasanya, DKJ sering mengambil salah satu juri dari pemenang sayembara sebelumnya, contoh puisi dan novel.  Sedang tahun 2021, pemenang DKJ Puisi musim sebelumnya 2015, tidak diambil menjadi juri. Bagaimana pendapat Bung?

Saya kira pertimbangannya bukan karena sebelumnya pernah menang sayembara saja. Katakanlah Ziggy, mungkin dipilih sebagai juri karena ia tak cuma sekali memenangkan Sayembara Novel DKJ. Zaky juga diundang sebagai juri saya pikir bukan hanya karena pernah juara pertama sayembara itu. Prestasi lainya saya rasa juga dipertimbangkan penyelenggara, misal, capaian Kereta Semar Lembu di majalah Tempo, dsb. Jadi, di sini seluruh reputasi seorang juri turut diperhitungkan. Itu cuma dugaan saya. Tentu, hanya penyelenggara yang tahu.

Kalau bahas prestasi, sebenarnya juara puisi 2015 Norman Erikson Pasaribu, juga punya prestasi mentereng. Bahkan terakhir, punya prestasi dari luar negeri. Tapi benar, penyelenggara lebih tahu. Mungkin pertanyaan ini, cocok untuk panitia, ya? Hehe.

Betul. Para pemenang sayembara sebelumnya tentu memiliki banyak prestasi. Singkatnya: Hanya penyelenggara yang tahu.

Juri DKJ terdiri dari 3 orang, diambil dari berbagai latar prestasi. Bagaimana cara menyatukan pendapat ketika proses penjurian DKJ puisi kemarin? Apakah sudah saling kenal sebelumnya?

Tahun 2018 saya pernah bertemu Kiki pada acara sastra di Bangkalan. Sayang, waktu itu kami tidak sempat berinteraksi. Sedangkan dengan Inggit saya baru bertemu di forum penjurian ini. Tapi karya keduanya sudah saya baca sejak dulu. Kriteria penilaian kami susun bertiga dan itulah yang menyatukan kami. Selisih pendapat, tentu hal yang lazim. Perbedaan tersebut kami selesaikan dengan diskusi. Masing-masing juri mengemukakan argumentasi. Salah satu dari kami harus berlapang dada  jika argumen yang lain lebih kuat.

Bisa Bung jelaskan, sebenarnya bagaimana proses atau sistem penjurian Sayembara Puisi DKJ 2023 kemarin? Apakah ada aturan baku dari DKJ, atau kesepakatan antar-juri?

Komite Sastra DKJ dan panitia sama sekali tidak mengintervensi. Mekanisme penjurian sepenuhnya wewenang dewan juri. Kami menyusun kriteria penilaian. Selanjutnya, setelah membaca manuskrip peserta, masing-masing juri membuat senarai panjang dan senarai pendek calon pemenang. Lalu kami diskusikan karya-karya para nominenya untuk menentukan juara.

Tahun 2021, sempat terjadi kehebohan ketika Dewan Juri puisi tidak memilih juara pertama. Sebagai gantinya, Dewan Juri mengangkat dua orang menjadi juara dua. Sedangkan musim ini, posisi juara pertama dikembalikan. Atas pertimbangan apakah itu?

Juara pertama memenuhi kriteria penilaian kami.

Apakah juara pertama kemarin, sudah bisa dianggap sebagai wakil dari naskah yang memberikan kebaruan, inovasi, dan sesuatu yang layak dicatat sebagai suatu kemajuan penting dalam tradisi sastra Indonesia? Atau bagaimana kriterianya?

Di standar penilaian, kami tidak menetapkan kriteria kebaruan atau sesuatu yang layak dicatat sebagai tonggak kemajuan penting tradisi sastra Indonesia.

Sebenarnya, apa yang menyebabkan juri memilih karya Muhaimin Nurrizqy dengan naskah “Selamat Malam, Kawan!” layak menjadi juara pertama? Apa kelebihannya dibanding naskah lain, atau apa patokannya?

Manuskrip tersebut kami anggap paling mampu memenuhi secara optimum tiga kriteria penilaian yang telah kami tetapkan. Selebihnya sudah kami jelaskan di catatan pertanggungjawaban juri.

Kemarin, juga sempat muncul isu terkait kebocoran nama pemenang Sayembara DKJ sebelum pengumuman resmi diluncurkan. Hal itu bermula dari adanya perbedaan undangan yang didapat oleh peserta. Para pemenang disediakan undangan khusus untuk datang ke Jakarta. Apakah demikian?

Tugas kami, para juri, hanya menilai karya. Kami tidak tahu apa-apa tentang masalah itu.

Baik. Lalu bagaimana waktu musim 2021 dahulu? Sewaktu Bung didapuk menjadi juara?

Dulu, saya kan menangnya pada masa pandemi, baik untuk sayembara manuskrip puisi maupun kritik sastra. Untuk sayembara sekarang saya tidak tahu. Yang saya tahu, di sayembara pada masa pandemi, seluruh peserta diundang untuk ikut menghadiri malam anugerah via zoom.

Oke. Jika merujuk tahun 2021, jumlah naskah yang masuk di Sayembara DKJ puisi terlihat berkurang, yaitu tahun 2015 sebanyak 574, tahun 2021 sebanyak 457, dan tahun 2023 hanya 431 naskah. Menurut Bung, apa sebabnya? Apakah pertumbuhan penyair kita cenderung menurun? Uniknya, hal ini justru berbanding terbalik dengan Sayembara Novel yang kuantitasnya terus bertambah.

Memang menurun, tapi tidak signifikan. Jumlah manuskrip menurun saya kira bukan karena pertumbuhan penyair kita menurun. Sayembara tahun ini tenggat waktunya lebih pendek ketimbang tahun sebelumnya. Jadi, wajar jika jumlah naskah menurun. Kalau bertambah, ya bagus.

Kalau alasan pendek, ada benarnya. Tetapi ketika musim tahun 2015 ke 2021, tenggat waktu terasa panjang. Tetapi jumlah naskah menurun agak jauh. Apakah ada efek perubahan paradigma anak muda yang minatnya terhadap sastra juga menurun karena maraknya konten dan hiburan digital?

Ada banyak faktor yang menyebabkan menurunnya jumlah peserta pada sebuah kompetisi yang diselenggarakan secara rutin. Tapi, untuk perkara menurunnya kuantitas manuskrip di sayembara tahun ini, itu tadi jawaban saya. Mungkin ada faktor-faktor lain. Dan untuk mengetahui faktor-faktor tersebut, saya kira butuh riset khusus.

O ya, dari 431 naskah puisi yang masuk ke meja dewan juri 2023, sebenarnya berapa persen naskah yang bagus dan layak untuk diterbitkan?

Wah, saya butuh waktu untuk menghitungnya. Tapi, begini, naskah delapan besar itu pun wajib disunting agar performanya optimum di hadapan pembaca.

Mungkin bisa diperkirakan, hanya berapa persen naskah yang memang bagus menurut pandangan juri.

Yang bagus ya yang juara. Paling tidak, delapan besar itu layak diterbitkan.

Jawaban aman, ini. Hehe. Kalau menurut Bung, sebagai sastrawan, pemerhati, sekaligus pengajar, bagaimana sebenarnya perkembangan puisi Indonesia di 10 tahun terakhir? Apakah menggembirakan? Atau justru stagnan atau mungkin menurun?

Terlalu berlebihan ya semua predikat itu disematkan kepada saya. Haha. Saya optimis, terutama pada generasi baru. Saya melihat penyair-penyair muda tidak takut bereksplorasi. Kegagalan dalam bereksplorasi bagi saya wajar. Kemajuan dalam bidang apa pun, bergantung pada ikhtiar yang kontinu (untuk tidak berkata perlu jatuh-bangun). Yang celaka itu jika kita berhenti bereksplorasi.

Konon orang lebih suka berlebih dari kekurangan, Bung haha. Baik, kami pikir obrolan kita sudah cukup panjang. Terima kasih atas waktu dan informasinya. Sukses terus.


[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Kesenian_Jakarta

[2] https://dkj.or.id/tentang-dkj/

0Shares

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *