Apakah Puisi Itu Harus Dimulai dari Diksi Anu-Anu?

Apakah Puisi Itu Harus Dimulai dari Diksi Anu-Anu?

Masih banyak orang berpikir, menulis puisi adalah mencari diksi yang indah. Akhirnya, banyak yang salah paham ketika membuat puisi.

Mereka, sengaja mencari kata-kata aneh, asing, atau jarang dipakai sehari-hari, dengan alasan diksi sebuah puisi harus berbeda dan unik dari bahasa pasaran. Bahkan, sebagian dari diksi yang mereka buat, terkesan mengada-ada, ditambah-tambahkan, sehingga rusak pola menulis frasa, klausa, dan kalimat yang benar. Alasan licentia poetica pun, tidak diletakkan pada tempatnya.

Orang-orang yang lebih mapan sering bilang, puisi mereka lebay bin alay. Penamaan ini bukan terkait banyak penggunaan majas hiperbola dalam puisi yang mereka buat. Tetapi, terkait pemilihan diksi yang “blink-blink.” Padahal ruh puisinya tidak ada. Sama saja dengan orang curhat biasa, tetapi memakai pilihan kata yang dilebih-lebihkan atau kata-kata langka.

Sebenarnya begini, deh. Coba kita kiaskan dengan seseorang. Apa yang membuat mereka itu anggun dan keren? Jika dari fisik dan penampilan, tentu saja tubuh yang seimbang. Wajah yang menarik. Dalam puisi, bolehlah kita samakan dengan tifografi atau pemilihan perwajahan pada puisi. Diksi, kita andaikan dengan pakaian dan segala yang melekat di tubuh. Sebut saja baju, celana, sepatu, jam tangan, topi, dsb. Ada beberapa orang tertentu yang ingin merasa keren, lalu membeli baju dengan warna merah, celana kuning, sepatu biru, jam cokelat. Topi kotak-kotak, dsb. Ditambah hiasan kalung tengkorak, dsb. Dia pikir, pemilihan pakaian seperti itu akan membuat dirinya menjadi lebih keren dan menarik. Salah! Sekalipun ada sebagian kecil orang suka dengan alasan style. Atau untuk kepentingan tertentu. Itu beda lagi.

Orang yang pandai berpakaian, akan memilih pakaian biasa, tetapi tepat pada tempatnya. Antara sepatu, jam tangan, celana, baju, dsb., sesuai dengan porsinya. Warnanya tepat. Sesuai pula dengan fisik orangnya. Lalu siapkan karkater dan sifat yang baik dan sesuai dengan gayanya. Sifat ini kita anggap sebagai ruh puisi. #FatwaKumat

(Ompi)

Ilustrasi foto, (Foto: Satelitpos.com)

Indra Intisa
Ikuti saya
Latest posts by Indra Intisa (see all)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *