Antologi Puisi “Sepotong Hati di Angkringan” : Sajak-sajak Puisi yang Berkisah tentang Kota Jogja

Antologi Puisi “Sepotong Hati di Angkringan” : Sajak-sajak Puisi yang Berkisah tentang Kota Jogja

Salah satu penyair yang berhasil menjadikan Kota Jogja sebagai pusat terciptanya sajak-sajak indah dalam antologi puisi berjudul “Sepotong Hati di Angkringan”, siapa lagi kalau bukan Joko Pinurbo atau yang kerap disapa Jokpin. Pria kelahiran 11 Mei 1962 tersebut selain menjadikan Kota Jogja sebagai objeknya dalam menciptakan sebuah karya antologi puisi, ternyata ia merupakan penduduk asli di Yogyakarta. Ia menggambarkan Kota Jogja dengan memainkan keindahan kata-katanya pada setiap sajak yang ditorehkannya sehingga membuat para pembaca mampu tersihir. Joko Pinurbo telah berhasil menciptakan puluhan karya puisi baik dalam beberapa puisi yang dikumpulkan menjadi satu maupun puisi yang ditulis secara khusus. 

Pada antologi puisi ini, Jokpin membagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama, “Sepotong Hati di Angkringan” dan bagian kedua, “Ibadah Mandi”. Antologi puisi ini mengangkat Kota Jogja sebagai pusat yang digunakan untuk menciptakan sajak-sajak di dalamnya. Total jumlah puisi dalam buku ini terdapat 33 puisi pada bagian pertama dan 15 puisi pada bagian kedua dengan berbagai macam puisi yang mengandung humor, narasi, hingga ironi. Adapun pada bagian kedua, buku ini menceritakan tentang keadaan ketika Indonesia diserang oleh Covid-19 yang tentunya disajikan dengan rasa penuh keprihatinan. 

Pada bagian pertama, beberapa puisi khusus yang telah diciptakan oleh Jokpin memang dimuat dalam antologi puisi ini. Puisi berjudul “Celana dan Di bawah Kibaran Sarung” merupakan puisi yang diciptakan secara khusus di luar antologi puisi ini, namun Jokpin memasukkannya dan mengumpulkan beberapa puisi lainnya ke dalam buku ini. Jokpin memang tidak pernah terlepas dari Kota Jogja ketika menciptakan sebuah sajak-sajak puisinya. Terdapat secuil petikan sajak yang terdapat dalam puisinya yang mengatakan bahwa “Yogya terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan”. Hal tersebut sama dengan yang ada pada isi dari buku ini. Pada tahun 2021 Jokpin kembali menggunakan Kota Jogja sebagai inspirasinya untuk menuliskan sajak-sajak indahnya pada antologi puisi Sepotong Hati di Angkringan. 

Dalam bukunya Jokpin mengungkapakan Kota Jogja dengan segala keunikannya. Namun, di samping itu Jokpin juga menuliskan tentang kejadian memprihatinkan yang terjadi di Indonesia kala itu. Covid-19 menjadi objek kedua Jokpin dalam menuliskan buku ini. Jokpin menggambarkan situasi yang sangat tidak mengenakan ketika musibah teresebut menyerang di Indonesia. Segala perasaan gundah, prihatin, meyedihkan terdapat dalam buku pada bagian kedua ini ketika menuliskan tentang Covid-19. 

Judul buku yang digunakan dalam antologi puisi ini adalah ”Sepotong Hati di Angkringan”. Dari judulnya saja sudah menggambarkan Kota Jogja yang dipenuhi oleh angkringan di mana-mana. Angkringan adalah sebuah tempat makan remang-remang yang menjadi ciri khas dari Kota Jogja sendiri. Petikan dari puisi tersebut adalah sebagai berikut. 

“Pada suatu malam yang nyamnyam/ kau menemukan sepotong hati yang lezat/ dalam sebungkus nasi kucing. Kau mengira/ itu hati ibumu atau hati kekasihmu. Namun,/ bisa saja itu hati orang yang pernah kausakiti/ atau menyakitimu. / Angkringan adalah nama/ sebuah sunyi, tempat kau melerai hati,  /lebih-lebih saat hatimu disakiti sepi.” (Sepotong Hati di Angkringan, hal. 23). 

Puisi ini mengandung humor di dalamnya yang terdapat pada kutipan “Pada suatu malam yang nyamnyam”. Ternyata selain mengandung humor, terdapat sebuah kisah cinta yang kerap relate dialami oleh muda-muda yang ada pada kutipan “Namun, bisa saja itu hati orang yang pernah kausakiti atau menyakitimu.”. Pada bagian awal-awal, Jokpin memainkan sifat humornya ke dalam puisi tersebut. Gambaran rasa senang ketika sedang makan sebungkus nasi kucing yang sangat lezat diiringi oleh obrolan ramai pengunjung yang sedang makan di angkringan. Angkringan adalah tempat makan yang menjadi incaran banyak orang karena harganya yang murah dan cukup mengenyangkan. Maka, tidak heran jika sebuah tempat makan yang dapat dikatakan tidak ada spesial-spesialnya itu selalu ramai dikunjungi oleh pengunjung. Angkringan juga menjadi sebuah tempat yang digunakan oleh orang-orang untuk berkumpul dan bercengkerama ketika malam hari telah tiba. Kemudian sajak berikutnya ketika sedang makan atau melakukan suatu aktivitas terkadang tiba-tiba selalu muncul ingatan-ingatan yang entah datang dari mana asalanya. Hal tersebut tentunya sangat wajar terjadi pada siapapun. Ingatan tersebut akan selalu muncul tanpa tahun tempat, contohnya ketika berada di angkringan. Walaupun angkringan selalu ramai karena banyaknya pengunjung, akan tetapi ciri khas angkringan yang merupakan tempat sunyi di kala malam hari tetaplah melekat pada tempat makan tersebut. Pada sajak terakhir puisi tersebut muncul bayangan-bayangan menyakitkan yang kerap dialami oleh muda mudi. 

Puisi yang masih berkaitan dengan Kota Jogja dan segala kesedihan yang tersirat di dalamnya adalah pada sajak-sajak puisi yang berjudul “Sajak Sebutir”. Adapaun kutipan sajaknya adalah sebagai berikut. 

Berjam-jam suntuk di depan laptop/  cuma mendapat sebutir air mata. Ya tidak / apa-apa, disyukuri saja. Ia akan tumbuh menjadi / sebongkah doa: siap ditempa dalam derita.” (Sepotong Hati di Angkringan, Hal. 29).

Dengan keindahan kata-kata yang digunakan oleh Jokpin mampu memainkan perasaan pembaca ketika membacanya. Jokpin juga menyelipkan sepatah dua patah wejangan mengenai agar kita harus selau siap untuk mengahdapai berbagai macam cobaan yang akan kita temui di kemudian hari. Kita diajarkan untuk selalu siap menerima segala derita yang mungkin akan menghantam kita secara terus menerus. Misalnya ketika merecanakan sebuah hal dan ternyata rencana tersebut gagal, mungkin saja rencana tersebut akan digantikan oleh hal yang lebih indah lagi. Mungkin saja rencana yang gagal tersebut akan ada sesuatu yang dapat menggantikan rasa sedih itu. Dalam puisinya juga mengajarkan agar kita selalu bersyukur dengan apa yang kita dapatkan, karena hal lain yang lebih indah akan kita dapatkan setelah melalui badai itu. 

Pada antologi puisi berjudul “Sepotong Hati di Angkringan” bagian kedua ini menceritakan tentang keadaan Indonesia di masa itu ketika sedang diterpa musibah Covid-19. Bagian kedua dalam puisi ini menceritakan tentang kesulitan-kesulitan dan segala situasi yang dialami oleh masyarakat ketika berperang melawan pandemi. Masyarakat yang harus mati-matian agar dengan suka rela mau bekerja dari rumah, melakukan aktivitas sekolah di rumah menyingkirkan keinginan untuk pergi berlibur, dan tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan banyak orang. Pada masa itu masyarakat benar-benar seperti dikekang untuk keselamatan kita sendiri. Rasa bosan dan jenuh tentu saja dirasakan oleh masyarakat kala itu, namun tidak berdaya karena memang virus tersebut sangat mengancam nyawa banyak orang. 

Bagi Jokpin pandemi ini dimaknai sebagai sebuah jalan yang teramat panjang dan tidak ada tujuannya. Memerangkap kita di dalam sebuah rasa bosan yang tidak terlihat akan bagaimana ujung dari penderitaan ini. Hal ini seperti yang terdapat dalam judul “Jalan Korona” dengan kutipan sebagai berikut.  

Pandemi mengantar kita ke sebuah jalan/ yang dinaungi sepi dan senja. Jalan yang terasa/ jauh dan entah akan sampai di mana, padahal/ hanya berputar-putar di sekitar rumah kita.” (Sepotong Hati di Angkringan, Hal. 58).

Pandemi ini seperti jalan panjang yang tidak ada kepastian yang ujungnya akan ke mana padahal aslinya hanya berputar-putar di dalam rumah saja. Segala aktivitas dilakukan di rumah hingga rasa bosan itu berdatangan dan menimbulkan kesepian yang semakin menambah rasa bosan itu kian menjadi bertubi-tubi. Jokpin mematahkan pandangan bahwa ketika rasa bosan itu tumbuh tidak lantas membuat kita untuk berdiam diri bersama rasa sepi. Seperti yang terdapat dalam judul “Berkenalan dengan Rumah”  dengan kutipan sebagai berikut.

“Ada baiknya kamu diisolasi di rumah supaya bisa berkenalan kembali dengan rumah, supaya bisa mendengarkan apa yang dikatakan pintu, jendela, kursi, tempat tidur, kamar mandi, toilet yang selama ini hanya kamu perlakukan sebagai alat.

Sekarang, bila hendak bepergian, ada baiknya kamu pamit kepada rumah: “Aku pergi dulu menjemput rezeki ya, mah.” Dan bila pulang, menyapalah, “Kamu sehat-sehat saja kan, mah?” Rumah pasti bungah.

Kamu sering bicara tentang betah atau tidak betah di rumah. Pernahkah kamu berpikir apakah rumah betah tinggal bersamamu. Tanyakanlah.

Rumah bukan hanya tempat tinggal. Rumah adalah teman seiring seperjalanan sepengembaraan sebelum kamu benar-benar mendapatkan Rumah.” (Sepotong Hati di Angkringan, hal. 60).

Untuk menghapus rasa bosan, ada banyak hal yang dapat kita lakukan di rumah. Pada kutipan di atas menggambarkan bahwa rumah bukan merupakan benda mati yang hanya kita gunakan sebagai tempat untuk tinggal saja. Namun, di sisi lain rumah menjadi teman ketika berjuang sebelum akhirnya mendapatkan rumah yang benar-benar rumah. Rumah memang benda diam yang tidak dapat mengetahui segala suka duka kita, akan tetapi tidak ada salahnya jika kita sekali-sekali yang mencoba untuk mengenal rumah kita sendiri. Pada bait pertama agar kita bisa berkenalan dengan pintu, jendela, dan lain-lain yang mungkin kita hanya memandangnya sebatas alat-alat rumah tangga. Padahal yang disebut hanya sebagai alat-alat itulah yang menemani kita setiap harinya. Kita sering kali berbicara bahwa tidak betah berada di rumah, merasa bosan bila tidak keluar rumah. Namun apakah kita pernah berpikir bahwa “rumah” juga betah berada di sisi kita? Jika “rumah” bisa berbicara, maka dia akan mengatakan hal yang sama dengan yang kita katakan bahwa “rumah” juga bisa betah atau tidak betah ketika  hidup berdampingan dengan kita. Jokpin mengajarkan kepada kita untuk mengenal “rumah” bukan sekedar benda mati, tetapi “rumah” adalah teman berjuang yang mungkin di dalamnya banyak mengukir kenangan-kenangan indah dan penuh cerita. 

Daftar Pustaka

Kurniawan, W. 2022. Jokpin dan Bagaimana Kita Melihat Angkringan, Rumah, dan Kesepian. Dalam https://himmahonline.id/analisis/jokpin-dan-bagaimana-kita-melihat-angkringan-rumah-dan-kesepian/ . Diakses pada 2 April 2024. Nandy. 2022. Review Buku Sepotong Hati di Angkringan Karya Joko Pinurbo.

Dalam https://www.gramedia.com/best-seller/review-buku-sepotong-hati-di-angkringan-karya-joko-pinurbo/. Diakses pada 3 April 2024.

Dinik Setiani

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *